Apa yang anda lakukan setiap hari Senin – Rabu, pukul 16.30 – 17.00 WIB? Jawabannya pasti berbeda-beda. Mungkin masih ada yang di kantor, di pasar, di pusat perbelanjaan, di ruang kuliah, atau sedang terjebak kemacetan di jalan. Tapi kalau saya bisa dipastikan saat itu sedang ‘duduk manis’ di depan tv bersama keluarga. Bukan untuk melihat berita apalagi acara gossip. Jam-jam itu menjadi favorit kami untuk nonton tv karena ada satu acara yang mampu membuat hati ini tersentuh dan air mata ini meleleh. Sedih memang, namun begitu kami menyenangi acara ini, karena pesan yang ingin disampaikan sungguh menggugah perasaan dan kesadaran. Acara tv tersebut adalah ‘Minta Tolong’ yang ditayangkan di salah satu tv nasional kita.
Sesuai dengan nama acaranya, reality show ini memang menceritakan bagaimana susahnya mencari pertolongan di jaman sekarang. Pertolongan yang tulus ikhlas menjadi mahal di jaman yang cenderung memikirkan diri sendiri seperti sekarang ini. Meski sebuah acara televisi ( yang tentunya sudah di poles dan dikemas agar lebih menarik ) tapi acara ini memang tidak mengada-ada dan tidak jauh berbeda dengan kenyataan di masyarakat yang sebenarnya. Apa yang ditayangkan dalam acara ini memang ingin menyadarkan kita, membuka mata dan hati kita bahwa ternyata masih banyak saudara-saudara kita yang hidup dalam kesusahan. Dan seolah tamparan bagi kita, yang nyatanya masih kurang peduli dengan penderitaan orang lain, padahal mereka ada di sekitar kita, dan kita ada diantara mereka.
Dalam acara ini, digambarkan seseorang harus berjalan berjam-jam, dan menemui puluhan orang untuk bisa mendapatkan pertolongan yang tulus ikhlas. Kepada orang yang mau memberikan pertolongan dengan tulus ikhlas tim acara ini nantinya akan memberikan sejumlah uang sebagai hadiah meskipun hal itu tak mereka harapkan. Tapi memang sudah selayaknya, mereka yang sudah mau meringankan beban orang lain, mendapatkan imbalan tanpa mengurangi sedikitpun nilai ketulusan dan keikhlasan.
Tim acara ini memang cukup kreatif, dalam setiap penayangan alasan yang ditampilkan selalu berbeda. Terkadang digambarkan seseorang menjual barang-barang bekas atau barang remeh dengan harga yang sekilas kurang masuk akal. Misalnya saja pernah seorang ibu muda menjual botol-botol bekas dengan harga Rp 26.000 untuk membeli susu formula bagi balitanya. Seorang ibu menjual baju bekas untuk membeli beras, atau seorang anak yang menjual abu untuk membeli buku, menjual radio rusak untuk membeli obat, menjual ubi kayu ( singkong ) untuk membeli sepatu. Tidak selalu dengan cara ‘pura-pura’ menjual sesuatu, terkadang juga digambarkan seseorang minta tolong untuk dibawakan barang ke satu tempat, minta diantarkan kepada keluarganya, atau dicarikan anggota keluarganya yang terpisah.
Lalu mudahkah mereka mendapatkan pertolongan yang mereka butuhkan? Tidak! Mereka harus berjalan berjam-jam, menemui puluhan orang yang terkadang bukan hanya cuek tapi malah marah-marah dan mengusirnya dengan kasar. Bukan hanya satu dua orang yang sama sekali tidak merespon permintaan tolong yang seringnya dilakukan oleh anak kecil atau seorang nenek yang renta. Tapi ini masih lebih baik, karena ternyata tak sedikit yang merasa risih dengan kehadiran mereka, sehingga kemudian mereka di usir dan terkadang di caci maki.
Jika ada sebagian yang cuek, risih dan marah denan kehadiran mereka yang minta tolong, ada juga yang dengan semangat langsung memberikan pertolongan. Tapi untuk hal yang seperti ini, tim ini rupanya cukup jeli, karena kenyataannya mereka yang dengan ‘gampangnya’ memberikan pertolongan adalah mereka yang sudah mengetahui acara ini dan keberadaan tim di lokasi sekitar. Hal ini mereka lakukan bukan lantaran belas kasihan, tapi karena hadiah yang akan mereka dapatkan. Gerak-gerik mereka yang ‘seolah menolong’ memang terlihat jelas. Yang lucu justru, ada yang awalnya menolak menolong, tiba-tiba memaksa untuk menolong setelah menyadari keberadaan tim acara ini. Bukan satu dua yang awalnya cuek, kemudian berbalik ‘merengek-rengek’ untuk bisa menolong.
Sebelum acara berakhir, setelah menemui puluhan orang yang menolak memberikan pertolongan, akhirnya ada juga orang yang mau menolong dengan tulus ikhlas. Dan yang mencengangkan adalah rata-rata mereka yang mau memberikan pertolongan adalah mereka yang juga sebenarnya membutuhkan pertolongan. Mereka kebanyakan juga berasal dari golongan yang kurang mampu.
Mereka yang mau membeli barang-barang ‘tak berharga’ itu adalah mereka yang juga kekurangan uang. Mereka yang mau membawakan barang dan mengantar adalah mereka yang juga hidupnya serba seadanya. Mereka melakukan semua itu bukan karena mereka membutuhkan barang-barang itu. Mereka yang mengantar, membawakan barang bukan karena mereka mengenalnya. Tapi mereka melakukan semua itu karena tulus ikhlas yang dilandaskan oleh perasaan senasib. Hati mereka tersentuh dengan kesusahan orang lain yang mungkin pernah mereka alami. Ini berbeda dengan mereka yang hidup serba kecukupan, dimana terkadang ( tidak semua ) sama sekali tidak menerima sinyal atas penderitaan orang lain meskipun sudah dipaparkan didepan mata, namun seakan-akan mata mereka buta.
Secara keseluruhan acara ini banyak memberikan pesan kepada kita yang menontonnya. Tinggal sejauh mana kita menerima pesan yang coba disampaikan melalui sebuah tontonan ini. Dan, bisa saja ketika kita menganggap bahwa itu semua adalah sekedar acara tv, dan terjadi jauh diluar sana, sebenarnya di sekitar kita, dekat dengan kita banyak sekali orang-orang yang membutuhkan pertolongan tapi tak pernah kita perhatikan. Ingat, jika hari ini mereka yang minta tolong, maka dilain waktu, di lain kesempatan dan di lain hal, bisa saja kita membutuhkan mereka, kita meminta tolong kepada mereka.
Mari, buka mata kita, buka hati kita. Lihatlah mereka di sekitar kita, apapun bentuknya, sudah seharusnya kita membantu mereka semampu kita, yang terpenting dilandasi keikhlasan untuk meringankan beban mereka, bukan untuk mendapatkan sebuah imbalan.
Sesuai dengan nama acaranya, reality show ini memang menceritakan bagaimana susahnya mencari pertolongan di jaman sekarang. Pertolongan yang tulus ikhlas menjadi mahal di jaman yang cenderung memikirkan diri sendiri seperti sekarang ini. Meski sebuah acara televisi ( yang tentunya sudah di poles dan dikemas agar lebih menarik ) tapi acara ini memang tidak mengada-ada dan tidak jauh berbeda dengan kenyataan di masyarakat yang sebenarnya. Apa yang ditayangkan dalam acara ini memang ingin menyadarkan kita, membuka mata dan hati kita bahwa ternyata masih banyak saudara-saudara kita yang hidup dalam kesusahan. Dan seolah tamparan bagi kita, yang nyatanya masih kurang peduli dengan penderitaan orang lain, padahal mereka ada di sekitar kita, dan kita ada diantara mereka.
Dalam acara ini, digambarkan seseorang harus berjalan berjam-jam, dan menemui puluhan orang untuk bisa mendapatkan pertolongan yang tulus ikhlas. Kepada orang yang mau memberikan pertolongan dengan tulus ikhlas tim acara ini nantinya akan memberikan sejumlah uang sebagai hadiah meskipun hal itu tak mereka harapkan. Tapi memang sudah selayaknya, mereka yang sudah mau meringankan beban orang lain, mendapatkan imbalan tanpa mengurangi sedikitpun nilai ketulusan dan keikhlasan.
Tim acara ini memang cukup kreatif, dalam setiap penayangan alasan yang ditampilkan selalu berbeda. Terkadang digambarkan seseorang menjual barang-barang bekas atau barang remeh dengan harga yang sekilas kurang masuk akal. Misalnya saja pernah seorang ibu muda menjual botol-botol bekas dengan harga Rp 26.000 untuk membeli susu formula bagi balitanya. Seorang ibu menjual baju bekas untuk membeli beras, atau seorang anak yang menjual abu untuk membeli buku, menjual radio rusak untuk membeli obat, menjual ubi kayu ( singkong ) untuk membeli sepatu. Tidak selalu dengan cara ‘pura-pura’ menjual sesuatu, terkadang juga digambarkan seseorang minta tolong untuk dibawakan barang ke satu tempat, minta diantarkan kepada keluarganya, atau dicarikan anggota keluarganya yang terpisah.
Lalu mudahkah mereka mendapatkan pertolongan yang mereka butuhkan? Tidak! Mereka harus berjalan berjam-jam, menemui puluhan orang yang terkadang bukan hanya cuek tapi malah marah-marah dan mengusirnya dengan kasar. Bukan hanya satu dua orang yang sama sekali tidak merespon permintaan tolong yang seringnya dilakukan oleh anak kecil atau seorang nenek yang renta. Tapi ini masih lebih baik, karena ternyata tak sedikit yang merasa risih dengan kehadiran mereka, sehingga kemudian mereka di usir dan terkadang di caci maki.
Jika ada sebagian yang cuek, risih dan marah denan kehadiran mereka yang minta tolong, ada juga yang dengan semangat langsung memberikan pertolongan. Tapi untuk hal yang seperti ini, tim ini rupanya cukup jeli, karena kenyataannya mereka yang dengan ‘gampangnya’ memberikan pertolongan adalah mereka yang sudah mengetahui acara ini dan keberadaan tim di lokasi sekitar. Hal ini mereka lakukan bukan lantaran belas kasihan, tapi karena hadiah yang akan mereka dapatkan. Gerak-gerik mereka yang ‘seolah menolong’ memang terlihat jelas. Yang lucu justru, ada yang awalnya menolak menolong, tiba-tiba memaksa untuk menolong setelah menyadari keberadaan tim acara ini. Bukan satu dua yang awalnya cuek, kemudian berbalik ‘merengek-rengek’ untuk bisa menolong.
Sebelum acara berakhir, setelah menemui puluhan orang yang menolak memberikan pertolongan, akhirnya ada juga orang yang mau menolong dengan tulus ikhlas. Dan yang mencengangkan adalah rata-rata mereka yang mau memberikan pertolongan adalah mereka yang juga sebenarnya membutuhkan pertolongan. Mereka kebanyakan juga berasal dari golongan yang kurang mampu.
Mereka yang mau membeli barang-barang ‘tak berharga’ itu adalah mereka yang juga kekurangan uang. Mereka yang mau membawakan barang dan mengantar adalah mereka yang juga hidupnya serba seadanya. Mereka melakukan semua itu bukan karena mereka membutuhkan barang-barang itu. Mereka yang mengantar, membawakan barang bukan karena mereka mengenalnya. Tapi mereka melakukan semua itu karena tulus ikhlas yang dilandaskan oleh perasaan senasib. Hati mereka tersentuh dengan kesusahan orang lain yang mungkin pernah mereka alami. Ini berbeda dengan mereka yang hidup serba kecukupan, dimana terkadang ( tidak semua ) sama sekali tidak menerima sinyal atas penderitaan orang lain meskipun sudah dipaparkan didepan mata, namun seakan-akan mata mereka buta.
Secara keseluruhan acara ini banyak memberikan pesan kepada kita yang menontonnya. Tinggal sejauh mana kita menerima pesan yang coba disampaikan melalui sebuah tontonan ini. Dan, bisa saja ketika kita menganggap bahwa itu semua adalah sekedar acara tv, dan terjadi jauh diluar sana, sebenarnya di sekitar kita, dekat dengan kita banyak sekali orang-orang yang membutuhkan pertolongan tapi tak pernah kita perhatikan. Ingat, jika hari ini mereka yang minta tolong, maka dilain waktu, di lain kesempatan dan di lain hal, bisa saja kita membutuhkan mereka, kita meminta tolong kepada mereka.
Mari, buka mata kita, buka hati kita. Lihatlah mereka di sekitar kita, apapun bentuknya, sudah seharusnya kita membantu mereka semampu kita, yang terpenting dilandasi keikhlasan untuk meringankan beban mereka, bukan untuk mendapatkan sebuah imbalan.