1 Apr 2011

Menipu Diri Sendiri

Aku sedang asyik mengetik di depan komputer ketika kudengar suara seseorang mengetuk pintu kontrakanku. Seorang laki-laki berpenampilan rapi tersenyum ramah saat aku membuka pintu. Dari penampilannya, aku bisa menebak apa profesi laki-laki ini.

Entah produk apa yang ingin ia tawarkan, tanpa basa-basi laki-laki ini bertanya apakah ada keluhan seperti kulit gatal atau alergi setelah mandi memakai sabun merk yang kusebutkan saat ia menanyakan sabun mandi merk apa yang kami gunakan. Meski semakin terlihat jelas ke mana arah pembicaraannya, aku mencoba untuk menjawab semua yang ia tanyakan dengan apa adanya, dan seramah mungkin. Paling tidak, sampai laki-laki ini mengeluarkan sebuah jam tangan dan menyodorkan kepadaku. Dia bilang, itu hadiah untukku.

Tanpa ragu dan tanpa malu, laki-laki ini mengaku sebagai orang yang ditunjuk pihak produsen untuk melakukan survey terhadap kepuasan konsumen terhadap produk mereka.

Tanpa banyak basa-basi pula, seperti yang laki-laki itu lakukan di awal pertemuan, aku tolak jam tangan yang ia sodorkan. Berkali-kali ia coba meyakinkan bahwa jam tangan itu adalah hadiah untukku yang diberikan oleh pihak perusahaan sebagai tanda terima kasih atas kesetiaanku menggunakan produk mereka. Tak perlu bayar, hanya mengganti ongkos pengiriman saja, ditambah pajak. Totalnya sekian. Lucu, dan sebenarnya mulai menyebalkan! Dia pikir, aku termasuk orang yang kagetan, mudah kepincut dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan.

Gagal 'merayuku', laki-laki itu pergi begitu saja. Tanpa permisi, tanpa senyum seperti yang ia berikan saat aku membukakan pintu, laki-laki itu berlalu, menuju pintu kontrakan sebelahku. Seperti yang ia lakukan di kontrakanku, laki-laki itu mengetuk pintu berulang kali. Aku tahu tetanggaku sedang tidur, karena itu aku mencoba mengingatkan laki-laki itu untuk tidak mengganggu istirahatnya. Ia baru pulang kerja shift malam, kasihan kalau harus terbangun hanya untuk dibohongi. Namun sales gadungan itu bersikeras membangunkan tetanggaku dengan mengetuk pintu lebih keras lagi. Jika awalnya aku hanya mengingatkan, maka selanjutnya aku benar-benar melarangnya!

"Bapak tidak usah repot-repot melarang saya," laki-laki itu berkata ketus.

"Anda yang tidak usah repot-repot membangunkan tetangga saya yang sedang tidur. Kasihan, dia baru pulang kerja malam. Lagian, kalau mau jualan, jualan saja. Jangan menipu orang dengan alasan hadiah!" aku yang sedari awal sudah kesal, akhirnya tak bisa beramah tamah lagi dengan tamu tak diundang ini.

Keras kepala. Laki-laki ini benar-benar keras kepala. Gagal membangunkan tetangga sebelah kontrakanku, ia beralih pada pintu berikutnya yang kebetulan juga sedang tidur karena dua tetanggaku ini sama-sama baru pulang kerja malam. Tanpa berpanjang kata lagi, saya segera meminta sales gadungan itu untuk segera pergi.

Kesal. Jelas sekali aku melihat itu di raut wajahnya. Tapi peduli apa, dia yang datang tanpa diundang, menggangguku yang sedang menulis dan mengganggu istirahat dua tetanggaku. Andai dia datang bukan untuk menipu, barangkali tidak akan begini akhirnya. Meski aku tak membeli barang yang ia tawarkan, tak mungkinlah aku marah-marah bahkan terkesan seperti mengusirnya. Astaghfirullah! Aku beristighfar dalam hati.

Dengan muka masam, laki-laki itupun akhirnya pergi. Sayang, saat itu tak ada sedikitpun rasa simpati dalam hatiku. Astaghfirullah! Maafkan aku, saudaraku. Bukan maksudku berlaku buruk padamu, bukan pula aku berniat menutup jalan rejekimu, tapi bagaimana bisa kubiarkan kedzaliman terjadi di depan mataku? Seandainya kau datang bukan untuk menipu, insya Allah senyum dan sapa ramahku pasti kuberikan padamu.

Menjemput rejeki, itulah yang harus kita lakukan karena Allah telah menyiapkan rejeki setiap makhluknya. Tapi tentu saja bukan dengan menghalalkan segala cara. Ada aturan dan batasan yang harus diperhatikan bila ingin rejeki yang kita dapatkan membawa keberkahan.

Apa yang dilakukan laki-laki berpenampilan rapi yang datang siang itu jelas tidak bisa aku benarkan. Ia mencoba menipu dengan berpura-pura menjadi petugas dari sebuah perusahaan untuk melakukan survey kepuasan pelanggan terhadap produk-produk mereka. Sebagai bentuk penghargaan, ia berpura-pura memberikan sebuah hadiah istimewa secara cuma-cuma. Tidak perlu membayar harga barang, hanya mengganti ongkos pengiriman dan pajak hadiah saja, yang kalau dihitung-hitung jumlahnya hampir sama atau bahkan melebihi harga barang yang diberikan. Bukan saja cara penjualannya yang menipu, tapi barang yang dijualnyapun kualitas palsu.

Apa yang aku alami siang itu sebenarnya bukanlah baru sekali ini terjadi. Pernah sebelumnya, berkedok sebagai surveyor produk kosmetik dan pasta gigi, mereka mendatangi dari rumah ke rumah, termasuk kontrakanku. Modus yang mereka pakai hampir sama. Menanyakan produk apa yang kami gunakan dan meminta tanggapan kami terhadap produk tersebut. Lalu dengan begitu baik hati, mereka memberikan sebuah hadiah. Tak perlu bayar, hanya mengganti ongkos kirim dan pajaknya saja. Bagaimana bisa mereka mengganggap dirinya cerdas dan orang lain begitu bodoh?

Akan berbeda kemungkinannya bila berterus terang bahwa ia datang ingin menawarkan barang dagangannya. Kalaupun tak membeli, paling tidak kita memberikan kesempatan juga tanggapan secara baik-baik. Tapi yang mereka lakukan saat itu, jelas-jelas sebuah penipuan. Dan sesungguhnya mereka tidak menipu orang lain kecuali juga menipu dirinya sendiri.

Mereka mengira, uang yang mereka hasilkan dari cara 'berjualan' seperti ini akan mendatangkan keberkahan. Mereka mengira apa yang mereka makan dan minum dari kerja -menipu- seperti ini adalah sesuatu yang halal. Tidak, mereka tidak sadar bahwa apa yang masuk ke perut mereka, melewati tenggorokan mereka dari hasil menipu, sejatinya adalah bara api neraka. Dan mereka tidak menipu, kecuali diri sendiri. Na'udzubillah!

Catatan :
Tulisan ini tidak bermaksud men-generalisir semua usaha serupa, barangkali ada beberapa yang dilakukan secara legal namun dimanfaatkan oleh oknum yang mencoba mengambil keuntungan pribadi dengan cara merugikan orang lain. Sebagai tindak pencegahan, sebaiknya berhati-hati apabila bertemu dengan kondisi yang seperti ini. Jangan mudah tergoda iming-iming hadiah, dan untuk menghindari su’udzhan, tidak ada salahnya menanyakan surat penugasan – yang tentu saja tidak bisa mereka tunjukan kecuali bagi yang benar-benar ditunjuk atau ditugaskan secara legal. Berikhtiar itu harus, dan memilih yang halal itu wajib. Semoga tulisan ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua. Amin.

Featured post

Sebab Cinta Tak Harus Menangis

“ Aku bangga pada kalian. Kesabaran, ketegaran dan juga ketabahan kalian. Pertahankan, karena hidup harus tetap berjalan! “ sebuah sms mas...

 
© Copyright 2035 Ruang Belajar Abi
Theme by Yusuf Fikri