16 Nov 2010

2010, Tahun Penuh Kejutan Dan Ujian

Hidup bagaikan pelangi, berwarna warni. Hidup umpama roda, terus berputar, kadang di atas kadang di bawah. Hidup juga seperti rasa, ada manis ada pahit. Hidup menjadi bergairah atau sebaliknya karena kejutan dan ujian. Suka dan duka, tangis dan tawa menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Bahkan konon hidup itu sendiri adalah ujian. Dan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun 2010 bagiku adalah tahun yang penuh dengan kejutan dan juga ujian.

Sampai dengan bulan April, kami merasa kehidupan yang kami jalani aman dan nyaman-nyaman saja. Kalaupun ada naik turunnya, kami rasa grafiknya tak jauh dari garis rata-rata. Tapi memasuki minggu terakhir bulan April, ujian dalam ukuran cukup besar mulai menghampiri. Selasa, 27 April 2010, dokter Eddy SpOG mengatakan ada kista dalam rahim istriku sebesar 5 x 7 cm. Astaghfirulloh! 


Istriku yang sudah beberapa bulan terakhir tekanan darahnya selalu diatas 170 ini sangat terpukul dengan hasil USG sang dokter. Dokter dan rumah sakit adalah dua hal yang - kalau bisa - tidak ingin dia temui sepanjang hidupnya. Istriku sangat takut dengan dunia medis. Karena itulah, akhirnya kami memilih pengobatan alternatif untuk mengangkat kista dari dalam tubuhnya.

Sepanjang bulan Mei, seminggu sekali istriku menjalani terapi pengobatan tanpa injeksi, juga tanpa operasi. Saat itu tak ada yang lebih kami harapkan melebihi kesembuhan istri. Alhamdulillah, empat kali menjalani terapi, kista dalam rahim istriku dinyatakan bersih.

Akhir bulan Mei, sebuah penghibur Allah berikan kepada kami. Sebuah buku berjudul Huda, Bidadari Cinta Kami - yang berkisah tentang perjuangan seorang pasien gagal ginjal - kami terima tanpa ada identitas pengirimnya. Semula kami mengira buku ini dikirim oleh seseorang yang membaca tulisanku tentang batu ginjal yang diderita adik iparku yang kupublikasikan di blog juga di eramuslim.com dan kotasantri.com. Tapi tebakan kami ternyata keliru. Buku yang sangat menyentuh dan inspiratif ini dikirim oleh team KickAndy.com, dimana aku bergabung sebagai member dan pernah sekali mendapatkan buku dari kuis yang mereka adakan. Buku ini sebenarnya tidaklah dikuiskan. Kalaupun akhirnya sampai di tangan kami, entahlah. Yang jelas, kami merasa senang dengan kiriman ini. Dua bulan berikutnya kami baru sadar bahwa ada ‘rahasia Illahi’ dibalik buku yang kami terima.

Bulan Juni tak ada yang menghawatirkan dengan kondisi kesehatan istriku. Dia sudah merasa sehat dan merasa tak perlu – tepatnya tak berani - melakukan tes medis untuk memastikan kista dalam rahimnya sudah bersih. Melengkapi kebahagiaan, keikutsertaanku pertama kali dalam kontes menulis di blog membawa hasil. Meski bukan juara utama, sebuah buku menjadi bukti hasil usahaku. Tak hanya itu, konon tulisanku akan ditawarkan kepada penerbit untuk dibuat buku, beserta dua puluh empat tulisan lainnya. Pengalaman mengikuti kontes ini nantinya akan menumbuhkan semangat untuk mengikuti kontes-kontes serupa.

Memasuki bulan Juli, semangat mengikuti kontes membawa hasil kembali. Sebuah buku kembali kudapatkan dari menulis. Alhamdulillah. Namun menjelang akhir bulan Juli, dimana semestinya kami sedang berbahagia menyambut ulang tahun pernikahan kami yang ke sebelas, sebuah ujian kembali datang. Jika dua bulan sebelumnya kami membaca kisah perjuangan Huda yang mengalami gagal ginjal kronik, kini kisah itu harus kami jalani. Selasa, 27 Juli 2010, istriku divonis dokter menderita gagal ginjal stadium 4 sampai 5 – padahal tidak ada stadium 6. Astaghfirulloh! Tekanan darahnya yang selalu tinggi, anemianya - kadar hb nya hanya 4 -, kadar ureum yang mencapai 208, kadar kreatinin yang mencapai 8.77, bengkak pada kaki, tangan dan wajahnya, serta hasil USG abdomen adalah data yang tak terbantahkan bahwa kedua ginjal istriku mengecil ( baik secara fungsi mauapun ukuran, bukan kecil bawaan seperti yang dokter sampaikan untuk menenangkan istriku kala itu )

Istriku adalah wanita penyabar dan penyayang yang sangat takut dengan medis. Mendatangi rumah sakit sangat ia hindari, menjadwalkan bertemu dokter telah membuatnya merasa sakit. Tapi kondisinya yang lemah membuat ia tak mampu menolak untuk dirawat secara intensif. Dan tulisan tentang ulang tahun pernikahan kami yang ke sebelas batal aku publikasikan. Indah yang kami bayangkan tak menjadi kenyataan.

Seminggu dirawat, empat kantong darah ditransfusikan, entah berapa botol infuse disuntikan, kondisi kesehatan istriku membaik. Namun bukan berarti ia bersedia melakukan – kemungkinan - cuci darah, seperti yang digambarkan dokter padaku, tanpa sepengetahuan dia. Selain pulang, tak ada yang diinginkan kecuali memutuskan hubungan dengan dunia medis. Kalaupun pengobatan harus dilanjutkan, ia bersikeras memilih pengobatan alternative yang tanpa injeksi dan tanpa operasi. Itu yang membuatnya nyaman dan tetap bersemangat. Bila fisiknya sudah sebegitu parah, maka kami tak tega melukai mental dan semangat hidupnya.
Sepanjang bulan Agustus ( bertepatan dengan datangnya bulan suci Ramadhan 1431 H ) istriku mulai menjalani terapi pengobatan ginjal. Seminggu sekali – terkadang seminggu dua kali – kami mendatangi seseorang yang dianugerahi Allah dengan kemampuan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Beberapa bukti kami lihat dengan mata kepala kami sendiri. Kami mendapatkan informasi pengobatan ini dari seseorang yang kami anggap lurus akidahnya, taat ibadahnya yang kami datangi saat kami mulai ‘ketar-ketir’ dengan himbauan dokter untuk menjalani cuci darah. Belasan kilometer kami tempuh berdua dengan sepeda motor. Tiada lelah, tiada keluh kesah. Kelak ini akan menjadi salah satu kenangan terindah kami.

Tiga minggu berikthiar di tempat ini perlahan menunjukan hasilnya. Selama itu, tak satupun obat yang diberikan dokter diminum. Doa dan semangat adalah obat yang sangat mujarab. Alhamdulillah istriku bisa ikut berpuasa meskipun hanya beberapa hari saja karena kondisinya masih terlalu lemah untuk dibawa puasa. Tanpa obat, istriku merasa sehat. Bahkan kemudian kami merubah rencana lebaran di Tangerang menjadi di kampung halaman, Kebumen. Kami ingin keberkahan silaturahmi dengan orang tua, keluarga dan juga tetangga menjadi obat dan mendatangkan kesembuhan bagi istri.

Pertengahan bulan September, ujian itu datang lagi, bahkan sebenarnya belum lagi selesai. Kami memang bisa berlebaran di kampung halaman, tapi kami hampir tak bisa menikmati kemeriahan lebaran seperti tahun-tahun sebelumnya. Kondisi istriku semakin melemah, tak mungkin bagi kami melakukan berbagai kegiatan yang sudah kami rencanakan. Bahkan hari Kamis, 16 September 2010, sehari menjelang kepulangan kami ke Tangerang, istriku terpaksa harus kembali menjalani perawatan di rumah sakit. Sesuatu yang sebenarnya tak ingin ia ulangi.

Jika sebelumnya dokter di Tangerang mengatakan gagal ginjal istriku stadium 4 sampai 5, maka dokter di RSU PKU Muhammadiyah Gombong menyebutkan gagal ginjal istriku sudah stadium akhir ( terminal ).  Ureumnya mencapai 338, creatininnya 19.8 bahkan kepala dan tangan kirinya selalu bergerak layaknya orang menggigil atau seperti gerakan kaum lansia. Astaghfirulloh! Secara medis, tak ada pilihan lain kecuali menjalani cuci darah seumur hidup. Atau jika ingin ginjal berfungsi secara normal harus melakukan transpalantasi atau cangkok ginjal. Sebuah pilihan yang dengan keras ditolak oleh istriku, juga keluarga besar kami.

Seminggu menjalani perawatan medis yang kedua, istriku hanya bersitirahat di rumah tiga hari. Dengan tenaga yang tersisa, istriku kembai ke Tangerang untuk melanjutkan pengobatan ala pak haji yang sempat tertunda selama mudik lebaran. Namun, kehendak Allah tiada bisa kami duga. Tiga hari di Tangerang, kondisi istriku semakin parah. Ia memuntahkan cairan hitam sebanyak dua belas kali dalam jangka waktu delapan belas jam. Semula kami mengira bahwa ciarah hitam yang ia muntahkan adalah bagian dari proses pengobatan. Kami mencoba mengkonfirmasikan hal ini dengan pak haji, namun sayang, saat itu beliau sedang berada di salah satu kota di Jawa Tengah, dan sang asisten tidak ‘berani’ memberikan nomor telepon yang bisa kami hubungi. Meskipun kami telah memohon dan memaksa, sang asisten tetap tak berkenan memberikan. Kami telah berusaha keras, tapi tetap tak membawa hasil. Kami pasrah. Kami terima ini sebagai bagian dari skenario yang telah Allah persiapkan.

Gagal menghubungi pak haji, istriku kembali kami larikan ke rumah sakit yang dulu pertama kali merawatnya. Di sinilah baru kami tahu bahwa cairan hitam yang ia muntahkan sebanyak dua belas kali itu adalah darah yang sudah terkontaminasi racun. Astaghrifulloh!. Kembali, satu pilihan diberikan kepada kami, istri harus menjalani cuci darah di rumah sakit lain setelah kondisi memungkinkan.

Apa yang terjadi selanjutnya, sudah bisa ditebak. Anjuran dokter kembali kami – tepatnya istriku - tolak. Istriku kami larikan ke tempat pengobatan alternatif di daerah Serang. Informasi mengenai tempat pengobatan ini kami dapatkan dari salah satu kerabat yang datang membesuk saat istri dirawat di rumah sakit Gombong. Selasa, 29 September 2010, hampir tengah malam kami tiba di sana. Alhamdulillah, istri langsung mendapatkan penanganan. Berdasarkan perkiraan, maksimal dua belas hari istriku harus menjalani pengobatan di sana. Beruntung ada ibu mertua dan juga kakakku yang bersedia mendampingin istri selama pengobatan karena aku harus tetap kerja dan tak bisa bolak-balik karena jarak yang cukup jauh, 40 km. Tak jauh berbeda dengan pengobatan alternatif sebelumnya , metode penyembuhan di sini juga melalui doa dan ramuan herbal.

Awal bulan Oktober, awal yang melegakan dan menggembirakan. Dua hari menjalani pengobatan alternatif kedua, kondisi kesehatan istri menunjukan grafik yang sangat membanggakan. Semenjak dia divonis gagal ginjal, saat itulah kondisi terbaiknya. Istriku mampu menghabiskan sarapan semangkuk bubur ayam, bahkan dengan ceria kami berjalan-jalan di Minggu pagi. Subhanallah, kami menyangka kesembuhan istri sudah di depan mata, bahkan sudah ada dalam genggaman.

Tapi takdir Allah siapa yang bisa menduga, apalagi membantah dan melawannya. Tepat di hari kedua belas sejak kedatangan di tempat ini, kondisi kesehatan istriku anjlok ke titik terendah. Minggu, 10 Oktober 2010 ( 101010 ) rupanya hari yang ditetapkan Allah untuk memanggilnya. Innalilahi wa inna ilaihi rojiun. Sekitar pukul lima sore, istriku menghembuskan nafas terakhirnya di hadapanku, putri tunggal kami dan juga adik kandungnya. Selamat jalan sayang, keridhoan dan keikhlasan kami akan memudahkan langkahmu menghadap Illahi, Sang Pemilik Cinta Sejati.

Tak dapat dipungkiri bahwa sejak saat itu aku telah menjadi single pareant bagi putriku yang baru berusia sepuluh tahun. Bersama putriku yang masih duduk di kelas lima SD, aku harus menjalani hidup ini tanpa seseorang yang telah banyak memberiku kebahagiaan, ketenangan, ketentraman dan juga pelajaran hidup yang berharga. Sebelas tahun waktu yang Allah berikan untuk kami belajar dan menikmati cinta yang tulus dan suci. Dan ini sangat aku syukuri. Almarhuman adalah cinta pertamaku, begitupun sebaliknya. Allah mengabulkan do’a dan ikrar kami saat mengikat janji, hanya kematian yang akan memisahkan kami di dunia ini. Subhanallah!

Tiada henti, cobaan demi cobaan datang silih berganti. Terus menerus bunga-bunga ujian menghiasi, tiada putus. Sejauh itu kami terus bertahan dengan kesadaran bahwa apapun yang harus kami hadapi adalah atas ijin dan kehendak Allah, dengan tujuan tertentu. Kami mencoba untuk ikhlas dan sabar menerima ujian yang seringkali datang tak sendiri, tapi dengan pernak pernik yang melengkapi. Kami terus melakukan ikhtiar untuk mendapatkan kesembuhan. Kami tetap berupaya agar ujian ini mampu menjadi penggugur dosa dan kekhilafan.

Tak pernah sendiri, itu yang kami rasakan dan membuat kami tegar menghadapi ujian. Begitu banyak doa, bantuan dan dukungan yang diberikan keluarga, tetangga, kerabat dan juga sahabat. Termasuk dari sahabat-sahabat di dunia maya. Aku memang membagi kisah tentang ujian yang kami jalani melalui blog. Bukan, bukan untuk mencari simpati ataupun membeberkan segala permasalahan yang kami hadapi, tapi kami membutuhkan doa dari banyak pihak. Kami sadar, dalam kepanikan atau tekanan, terkadang kami tak bisa khusyuk berdoa. Kami membutuhkan doa dan nasihat dari banyak pihak, dan itu kami dapatkan dari sahabat blog. Alhamdulillah, semoga Allah mencatatnya sebagai amal kebaikan. Amin.

Di balik kesulitan ada kemudahan, dibalik ujian ada pertolongan dan dibalik duka ada kebahagiaan, bagi siapa yang mampu mempertahankan kesabaran. Meski sebagian besar waktu kami lalui dengan bermacam ujian, alhamdulillah banyak hal yang kami dapatkan. Kami banyak belajar tentang ikhlas menerima ujian, sabar dan tegar menjalani ujian dan ikhtiar untuk mencari jalan keluar.

Di tengah-tengah ujian, seringkali kami mendapatkan kemudahan. Tak jarang kami mendapatkan bantuan, pertolongan dan rejeki dari arah yang tak pernah kami duga. Berbagai hiburan juga datang menghapus duka yang kami rasakan. Melalui kegiatan blogging misalnya, aku bisa berbagi kisah sekaligus mengalihkan rasa sedihku. Juga rezeki berupa buku dari kontes maupun kuis. Yang terakhir adalah sebuah buku dari mengikuti kuis akhir bulan Oktober lalu. Dan ada satu yang sangat aku syukuri bahwa meskipun kini tanpa seorang ibu, konsentrasi belajar putriku tidaklah terganggu. Sebuah piagam penghargaan sebagai siswa berprestasi terbaik dalam ujian tengah semester, ia terima beberapa waktu lalu. Alhamdulillah, semakin yakin aku bahwa dengan ikhlas dan sabar maka pertolongan Allah begitu dekat dan nyata.

Tahun 2010 tak lama lagi akan berakhir, insya Allah tahun 2011 akan datang menggantikan. Meski tertatih, meski kadang berlinang air mata, ujian demi ujian di tahun 2010 berhasil kami lalui. Semoga tahun 2011 nanti, tak banyak ujian yang harus kami hadapi. Namun tahun 2011 masihlah misteri, bukan tidak mungkin ujian dalam berbagai bentuk dan ukuran siap menanti. Tahun 2010 telah banyak memberiku pelajaran dan pengalaman. Kesalahan di tahun ini tak ingin kuulangi di tahun depan. Untuk itu, berbagai persiapan harus segera aku lakukan.

Ada beberapa rencana yang harus dibenahi bahkan bukan tidak mungkin dirubah di tahun 2011 nanti. Sekolah putriku misalnya. Jika semula kami merencanakan sekolah putriku dilanjutkan di Kebumen, kini harus ditinjau ulang mengingat tak ada lagi ibunya yang akan mendampingi dan mengawaisnya.Terlalu sepuh dan repot bila bapak dan ibu yang harus mengawasi putriku yang mulai memasuki dunia remaja dengan pergaulan yang serba tak terduga. Muncul sebuah wacana bahwa putriku akan aku daftarkan di pesantren ataupun SMP Islam terpadu. Masih ada waktu satu setengah tahun untuk melakukan pendekatan dan mempersiapkan semuanya.

Di tahun 2011 aku ingin menikah lagi? Begitu seorang teman pernah bertanya, sambil tertawa. Dengan tersenyum, kujawab bahwa sejauh ini aku belum berpikir ke arah sana. Aku baru saja kehilangan sesorang yang terbaik di mataku, tak mudah bagiku mencari penggantinya. Tapi aku juga tidak menutup diri untuk hal ini. Aku menyerahkan segalanya pada Allah saja. Kapan, dimana dan dengan siapa aku akan akan kembali membina rumah tangga, aku hanya meminta yang terbaik. Laki-laki yang baik hanya untuk perempuan yang baik-baik, begitupun sebaliknya. Ini berarti bahwa untuk mendapatkan perempuan baik-baik, aku harus berusaha menjadi laki-laki yang baik. Itu yang lebih aku pikirkan dan harus kuusahakan.

Tahun 2011, tahun penuh harapan. Setelah berbagai ujian dan juga kejutan aku dapatkan di tahun 2010, aku berharap tahun 2011 adalah tahun keberhasilan dan kemenangan. Ujian memberiku pelajaran bahwa besar kecil, berat ringan sebuah ujian tergantung dari bagaimana kita menerima, menyikapi dan menjalaninya. Sejauh mana kita mewujudkan keihkhlasan, kesabaran dan ikhtiar kita mencari jalan keluar. Ujian memberiku pelajaran bahwa apapun atau siapapun sesungguhnya bukan milik kita. Kapan, dimana dan dengan cara apa, titipan itu akan diambil kembali sang pemiliknya dan kita harus ikhlas melepasnya. Ujian memberiku pelajaran bahwa sabar akan lebih banyak mendatangkan kebaikan. Dan pada akhirnya memberiku sebuah keyakinan bahwa Allah tak akan memberikan ujian diluar batas kemampuan.

Tahun 2010, begitu banyak ujian dan kejutan. Tahun 2010 ,begitu banyak memberiku pelajaran. Tahun 2011, begitu banyak harapan. Tahun 2011, begitu banyak keinginan. Dengan pelajaran yang kudapatkan di tahun belakang, aku tak ingin melewatkan masa sekarang sehingga kesuksesan masa depan bukan lagi sekedar angan. Insya Allah, amin.

Berlembar tulisan ini bukan untuk ‘berasyik masyuk’ dengan masa lalu, tapi sesekali melihat ke belakang memang perlu, untuk mengambil hikmah dan pelajaran dari sana. Tulisan ini lebih bertujuan untuk mengingatkan diri pribadi, namun jika ternyata bisa memberikan manfaat bagi orang lain, sungguh sebuah kebahagiaan tersendiri. Sebagai musahabah, barangkali postingan ini terlalu dini dimana sebagian besar orang melakukannya pada masa-masa menjelang akhir tahun, tapi ini memang disengaja karena postingan ini diikutkan dalam kontes Muhasabah Akhir Tahun yang diadakan Raja Kuis dan Kontes, Pak Dhe Abdul Cholik .

Featured post

Sebab Cinta Tak Harus Menangis

“ Aku bangga pada kalian. Kesabaran, ketegaran dan juga ketabahan kalian. Pertahankan, karena hidup harus tetap berjalan! “ sebuah sms mas...

 
© Copyright 2035 Ruang Belajar Abi
Theme by Yusuf Fikri