Judul Buku : Huda, Bidadari Cinta Kami
Penulis : Siti Darojah
Jika saat ini anda atau anggota keluarga anda sedang diuji dengan sakit, bersabarlah. Terimalah dengan penuh keikhlasan dan berikhktiarlah untuk mendapatkan kesembuhan. Ada baiknya pula jika anda membaca buku Huda, Bidadari Cinta Kami agar tak lemah dalam menjalani ujian.
Mengapa saya merekomendasikan buku ini? Bukan, ini bukan titipan dari sang penulis ataupun pihak penerbit. Jujur, saya sama sekali tidak mengenal Hj. Siti Darojah ( sang penulis ) ataupun salah satu anggota keluarganya. Juga dengan penerbit Mizan, saya sama sekali tak ada ikatan. Bahkan, sampai saat tulisan ini dibuat, saya tidak tahu siapa yang mengirimkan buku ini. Buku dikirim melalui jasa pos tanpa mencantumkan identitas sang pengirim ataupun dilampiri sepucuk surat yang bisa memberikan gambaran siapa sesungguhnya yang telah berbaik hati mengirimkan buku ini. Tulisan ini saya buat semata karena saya menemukan pelajaran berharga yang barangkali lebih bermanfaat apabila saya bagikan kembali.
Buku ‘ Huda, Bidadari Cinta Kami’ ini adalah sebuah memoar tentang perjuangan Huda, remaja penderita gagal ginjal dan tentunya seluruh anggota keluarganya. Huda adalah anak bungsu dari 9 bersaudara. Dia menderita gagal ginjal sejak usia remaja. Bertahun-tahun Huda harus menjalani hidup yang sangat berat, berkali-kali menjalani cuci darah hingga akhirnya menjalani transplasi ginjal, hasil donor dari kakak kandungnya sendiri, Afaf. Perjuangan Huda untuk terus hidup dan juga keluarga untuk ‘memperpanjang’ hidup anggota keluarga yang sangat mereka sayangi ini tidak berhenti sampai di tahap ini. Berbagai perawatan ( termasuk diet ketat ) harus dijalani sampai akhirnya proses cuci darah kembali berulang karena ginjal yang didonorkan kembali tidak berfungsi. Derai air mata berselang seling dengan harapan dan perjuangan. Besarnya biaya yang dikeluarkan sudah tak berbilang, tapi semua ini ikhlas dilakukan demi kesembuhan si bungsu Huda.
Sebagai memoar, buku ini tidaklah ingin menonjolkan derai air mata dan kepahitan hidup belaka, tetapi justru ingin berbagi pengalaman bahwa hidup ini memang tak lepas dari ujian. Dan ujian sakit, sesungguhnya bukanlah semata bagi sang penderita saja, tapi juga ujian bagi seluruh anggota keluarga. Membaca buku ini, saya merasa harus lebih bersyukur karena ujian yang saya alami tak sebesar yang mereka hadapi. Dan dalam hal kesabaran, ketabahan dan keikhlasan, jelas saya harus banyak belajar lagi, salah satunya dari mereka.
Buku ini memberikan banyak pelajaran berharga bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas izin dan kehendak Allah swt. Allah menjanjikan pahala yang besar bagi yang bisa menerima ujian dengan penuh keikhalasan, menjalani dengan penuh kesabaran dan berikhtiar dengan penuh pengharapan akan diberikan kesembuhan. Yang tak terlupa adalah bahwa Allah juga menjami rejeki hambanya, termasuk si sakit. Dimana ada kemauan, disitu Allah memberikan jalan, itu kuncinya.
Ceritanya yang mengalir, penyampaian yang jujur membuat saya merasa tidak sedang membaca buku, tapi seolah terlibat langsung dalam kehidupan dan kegiatan setiap tokohnya. Di beberapa bagian, saya merasa pandangan menjadi kabur dan tak bisa membaca huruf-huruf dengan jelas karena mata yang membasah.
Setelah membaca buku ini secara keseluruhan, saya hanya bisa memberikan komentar bahwa buku ini sangat bagus dan bermanfaat. Menyentuh, membuka hati dan pikiran kita bahwa ujian yang datang belum tentu hukuman. Allah memberikan ujian karena Allah masih sayang. Bukan akhir cerita yang dipikirkan, tapi bagaimana menghadapi ujian, karena itulah yang akan menentukan cerita selanjutnya.
**
Untuk almarhumah Huda, beristirahatlah dengan tenang saudariku. Insya Allah, kesabaran dan ketabahanmu menjalani ujian akan menjadi pembuka pintu syurga Nya. Amin.
Untuk Mpok Ency, Mpok Afaf dan juga seluruh anggota keluarga, salut buat kalian. Terima kasih atas pelajaran yang kalian berikan. Kesabaran, keikhlasan, pengorbanan dan perjuangan kalian insya Allah akan dicatat Allah SWT sebagai amalan mulia yang juga akan membukakan pintu syurga Nya. Amin.
Dan untuk pengirim buku ini yang tidak ingin diketahui identitasnya, sekali lagi terima kasih. Semoga Allah mencatatnya sebagai amal kebikan dan membalas keikhlasan dengan pahala yang berlipat ganda, amin. Entahlah, apakah saya mengenal anda, tapi buku yang anda kirimkan sangat tepat, seolah anda mengenal saya dan juga keluarga saya. Jazakumulloh!
Tangerang, Juni 2010
Penulis : Siti Darojah
Jika saat ini anda atau anggota keluarga anda sedang diuji dengan sakit, bersabarlah. Terimalah dengan penuh keikhlasan dan berikhktiarlah untuk mendapatkan kesembuhan. Ada baiknya pula jika anda membaca buku Huda, Bidadari Cinta Kami agar tak lemah dalam menjalani ujian.
Mengapa saya merekomendasikan buku ini? Bukan, ini bukan titipan dari sang penulis ataupun pihak penerbit. Jujur, saya sama sekali tidak mengenal Hj. Siti Darojah ( sang penulis ) ataupun salah satu anggota keluarganya. Juga dengan penerbit Mizan, saya sama sekali tak ada ikatan. Bahkan, sampai saat tulisan ini dibuat, saya tidak tahu siapa yang mengirimkan buku ini. Buku dikirim melalui jasa pos tanpa mencantumkan identitas sang pengirim ataupun dilampiri sepucuk surat yang bisa memberikan gambaran siapa sesungguhnya yang telah berbaik hati mengirimkan buku ini. Tulisan ini saya buat semata karena saya menemukan pelajaran berharga yang barangkali lebih bermanfaat apabila saya bagikan kembali.
Buku ‘ Huda, Bidadari Cinta Kami’ ini adalah sebuah memoar tentang perjuangan Huda, remaja penderita gagal ginjal dan tentunya seluruh anggota keluarganya. Huda adalah anak bungsu dari 9 bersaudara. Dia menderita gagal ginjal sejak usia remaja. Bertahun-tahun Huda harus menjalani hidup yang sangat berat, berkali-kali menjalani cuci darah hingga akhirnya menjalani transplasi ginjal, hasil donor dari kakak kandungnya sendiri, Afaf. Perjuangan Huda untuk terus hidup dan juga keluarga untuk ‘memperpanjang’ hidup anggota keluarga yang sangat mereka sayangi ini tidak berhenti sampai di tahap ini. Berbagai perawatan ( termasuk diet ketat ) harus dijalani sampai akhirnya proses cuci darah kembali berulang karena ginjal yang didonorkan kembali tidak berfungsi. Derai air mata berselang seling dengan harapan dan perjuangan. Besarnya biaya yang dikeluarkan sudah tak berbilang, tapi semua ini ikhlas dilakukan demi kesembuhan si bungsu Huda.
Sebagai memoar, buku ini tidaklah ingin menonjolkan derai air mata dan kepahitan hidup belaka, tetapi justru ingin berbagi pengalaman bahwa hidup ini memang tak lepas dari ujian. Dan ujian sakit, sesungguhnya bukanlah semata bagi sang penderita saja, tapi juga ujian bagi seluruh anggota keluarga. Membaca buku ini, saya merasa harus lebih bersyukur karena ujian yang saya alami tak sebesar yang mereka hadapi. Dan dalam hal kesabaran, ketabahan dan keikhlasan, jelas saya harus banyak belajar lagi, salah satunya dari mereka.
Buku ini memberikan banyak pelajaran berharga bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas izin dan kehendak Allah swt. Allah menjanjikan pahala yang besar bagi yang bisa menerima ujian dengan penuh keikhalasan, menjalani dengan penuh kesabaran dan berikhtiar dengan penuh pengharapan akan diberikan kesembuhan. Yang tak terlupa adalah bahwa Allah juga menjami rejeki hambanya, termasuk si sakit. Dimana ada kemauan, disitu Allah memberikan jalan, itu kuncinya.
Ceritanya yang mengalir, penyampaian yang jujur membuat saya merasa tidak sedang membaca buku, tapi seolah terlibat langsung dalam kehidupan dan kegiatan setiap tokohnya. Di beberapa bagian, saya merasa pandangan menjadi kabur dan tak bisa membaca huruf-huruf dengan jelas karena mata yang membasah.
Setelah membaca buku ini secara keseluruhan, saya hanya bisa memberikan komentar bahwa buku ini sangat bagus dan bermanfaat. Menyentuh, membuka hati dan pikiran kita bahwa ujian yang datang belum tentu hukuman. Allah memberikan ujian karena Allah masih sayang. Bukan akhir cerita yang dipikirkan, tapi bagaimana menghadapi ujian, karena itulah yang akan menentukan cerita selanjutnya.
**
Untuk almarhumah Huda, beristirahatlah dengan tenang saudariku. Insya Allah, kesabaran dan ketabahanmu menjalani ujian akan menjadi pembuka pintu syurga Nya. Amin.
Untuk Mpok Ency, Mpok Afaf dan juga seluruh anggota keluarga, salut buat kalian. Terima kasih atas pelajaran yang kalian berikan. Kesabaran, keikhlasan, pengorbanan dan perjuangan kalian insya Allah akan dicatat Allah SWT sebagai amalan mulia yang juga akan membukakan pintu syurga Nya. Amin.
Dan untuk pengirim buku ini yang tidak ingin diketahui identitasnya, sekali lagi terima kasih. Semoga Allah mencatatnya sebagai amal kebikan dan membalas keikhlasan dengan pahala yang berlipat ganda, amin. Entahlah, apakah saya mengenal anda, tapi buku yang anda kirimkan sangat tepat, seolah anda mengenal saya dan juga keluarga saya. Jazakumulloh!
Tangerang, Juni 2010