10 Jun 2010

Kiamat Sudah Datang

Pa’e dan Bu’e baru saja pulang dari kondangan ketika di jalan mereka bertemu dengan rombongan pengantar jenazah. Karena jalan yang sempit sekaligus sebagai bentuk penghormatan, Pa’e dan Bu’e berhenti dan turun dari motor sampai seluruh rombongan pelayat lewat di depan mereka.

“ Yang mengantar jenazah banyak banget, barangkali semasa hidupnya si mayit ini orang yang baik ya Pa’e? “ kata Bu’e setelah duduk kembali di boncengan motor.

“ Iya Bu’e. Mudah-mudahan bukan yang mengantar saja yang banyak tapi yang mengambil pelajaran juga banyak ” jawab Pa’e sambil memasukan gigi satu dan menjalankan motornya kembali.


“ Pelajaran opo tho Pa’e, kayak anak sekolah saja “ suara Bu’e agak tercekat. Ternyata Pa’e mengerem motornya secara mendadak karena didepannya ada polisi tidur yang ‘gemuknya’ ngga kira-kira.

“ Pelajaran kalau kita semua sedang menunggu giliran. Giliran dipanggil Gusti Allah, Sang Pemilik Sejati “ jawab Pa’e setelah melewati polisi tidur yang untungnya tidak terbangun lantaran dilewatin Pa’e dan bu’e tanpa permisi ( hihihi )

Saat melewati penjual es kelapa, Bu’e hampir saja meminta Pa’e berhenti, namun niat itu segera diurungkan karena Bu’e teringat di tasnya yang mungil itu tak ada uang recehan ( tak juga dua puluh ribuan atau lima puluh ribuan apalagi seratus ribuan. Hehehe )

“ Waktu Gesang dan Mama Lauren meninggal, yang melayat juga banyak lho Pa’e. Mungkin karena mereka orang terkenal yo Pa’e “ kata Bu’e seperti orang linglung, dia yang bicara dia pula yang menjawabnya. Barangkali, diam-diam Bu’e ini pengagum bang Haji Rhoma Irama juga, dia yang memulai dia pula yang mengakhiri, dia yang bertanya, dia pula yang menjawabnya.

“ Memangnya kemarin jenazah Gesang dan Mama Lauren waktu mau dikubur lewat sini Bu’e?” Pa’e tak kalah linglungnya, barangkali inilah bukti kekompakan mereka.

“ Ya nda tho Pa’e. Lah almarhum Gesang dimana, almarhumah Mama Lauren dimana, ngapain juga di bawa keliling lewat sini, memangnya mau karnaval? ” jawab Bu’e rada dongkol, itu dibuktikannya dengan mencubit pinggang Pa’e. Tak sakit sebenarnya namun biar kelihatan kayak di film-film, Pa’e pura-pura kesakitan atau kegelian, gak jelas soalnya ekspresi wajah Pa’e.

“ Meskipun pak Gesang sudah meninggal, namanya tetap saja gesang Bu’e “ kata Pa’e nda mau dialognya berhenti seperti artis sinetron yang gagal menghafal naskah.

Ora Gesang ora sopo, meskipun sudah meninggal namanya ya tetap ajeg toh Pa’e. Paling-paling di tambahin gelar almarhum atawa almarhuman di depan namanya. Pa’e ini ono-ono wae “ Bu’e merasa dialog Pa’e kurang bermutu.

“ Maksudku ngene Bu’e. Kalau bahasa kita ( Jawa maksudnya ) gesang itu kan artinya urip, hidup. Nah, meski kini sudah jadi almarhum, nama Gesang akan selalu gesang ( hidup ) di hati seluruh bangsa Indonesia, bahkan mungkin juga dunia. Bu’e kenal lagu Bengawan Solo kan, itu yang menciptakan kan Gesang, Lagu itu konon katanya sudah mendunia “ dengan lancar Pa’e memberikan ‘ceramah’nya, sementara Bu’e berlagak ngantuk layaknya orang-orang yang sedang mengikuti pengajian.

“ Selama sungai Bengawan Solo masih ada, selama itu pula nama gesang akan terus mengalir yo Pa’e”  timpal Bu’e, ini membutkikan bahwa dia benar-benar setengah sadar mendengar ‘ceramah’ Pa’e.

“ lha iyo!” jawab Pa’e mantep ( lebih tepatnya mangkel )

“ Kiamat itu sebenarnya pasti benar-benar terjadi nda tho Pa’e? Kata Mama Lauren bakal terjadi 2 tahun lagi? “ kali ini omongan Bu’e sama sekali nda menggambarkan bahwa dia sering duduk di majelis pengajian

“ Kalau terjadinya itu pasti, tapi kapan waktu tepatnya itu yang tak diketahui, bahkan nabi Muhammad saw pun tak tahu secara pasti “ kalau yang ini Pa’e menjawab dengan pasti.

“ Kalau Mama Lauren masih hidup, barangkali bisa ditanyakan lagi apakah benar tahun 2012 nanti akan terjadi kiamat “ Bu’e terdengar ‘mengigau’ meskipun jelas kedua matanya kedap-kedip lantaran kelilipan debu, dan itu satu bukti kalau dia tidak sedang tidur atawa ngelindur

“ Sebelum membuktikan ramalannya, kiamat ( kematian ) sudah lebih dulu mendatangi Mama Lauren !“‘ Pa’e sengaja mengerem motor secara mendadak meskipun jalanan sedang mulus-mulusnya. Wal hasil, Bu’e yang lagi merem melek ( lantaran debu yang sedang bermetafora menjadi belek hehehe ) jadi kaget dan kepalanya membentur punggung Pa’e. Tur!. “ Tapi kalau kiamat semakin dekat, rasanya memang benar Bu’e “ Pa’e buru-buru mencairkan suasana sebelum Bu’e ngamuk-ngamuk karena ulahnya ngerem mendadak padahal nda ada polisi lagi tiduran di tengah jalan.

“ lho, kok malah sampeyan sing saiki jadi tukang ramal “ Bu’e memang bener-bener nda sempat marah, menguap malah.

“ Bukan meramal, tapi memang tanda-tandanya mulai banyak terlihat. Salah satunya yaitu tadi, banyak orang yang lebih percaya kepada peramal ketimbang kepada Al Quran “ jawab Pa'e mantap.

Dan Bu’e pun mengangguk-angguk ngga jelas, entah paham entah ngantuk.
Gambar diambil dari sini

Featured post

Sebab Cinta Tak Harus Menangis

“ Aku bangga pada kalian. Kesabaran, ketegaran dan juga ketabahan kalian. Pertahankan, karena hidup harus tetap berjalan! “ sebuah sms mas...

 
© Copyright 2035 Ruang Belajar Abi
Theme by Yusuf Fikri