18 Jun 2010

Keluh Kesah Sekolah

Pagi yang cerah. Matahari bersinar terang seolah ingin membalas dendam pada sang hujan yang telah mengguyur bumi sepanjang malam. Kilau embun di pucuk dedaunan berkilau bagaikan intan berlian. Aroma khas tanah basah menambah suasana pagi di rumah Pa’e begitu sejuk dan damai.

Tak mau melewatkan cerahnya pagi, Pa’e terlihat asyik memandikan motor bmw nya. ( lho, bmw kok motor, apa nda salah ketik tuh? Tidak, bukan salah ketik tapi andalah yang salah mengartikan karena Pa’e mengartikan motor bmw sebagai motor bebek merah warnanya. Hihihi )

Sementara Pa’e sibuk berkecipak kecipuk dengan air hujan yang sengaja ditampung Pa’e semalam, Bu’e juga ikut-ikutan sibuk mengeluarkan kasur, bantal, dan cucian yang sejak kemarin belum kering karena hujan yang datang dan pergi sesuka hati.

“ Bu’e, dari pagi ta perhatiin pakne Genduk iku kok mondar-mandir, kadang kayak orang sibuk tapi kadang kayak orang bingung. Ono opo tho Bu’e?” tanya Pa’e saat Bu’e melintas di depannya sambil membawa cucian kemarin dengan aromanya yang khas. Apek.

“ Gara-gara Genduk iku lho Pa’e “ jawab Bu’e sambil melirik Pa’e. Ini mau mandiin motor apa mainan air, lah motornya saja masih kering kok malah baju Pa’e yang basah, Bu’e membatin. Bu’e tidak tahu kalau saat itu Pa’e hampir menyelesaikan pekerjaannya memandikan motor bmw nya, tinggal dihandukin, pake bedak terus poto-poto deh. Hihihi

“ Genduk kenapa Bu’e? “ tanya Pa’e kaget. Dan acting Pa’e memang benar-benar memukau sampai-sampai Bu’e yang ditanya jauh lebih kaget lagi.

“ Pa’e iki lho, mbok yo biasa aja. Bikin aku kaget saja, untung jemurannya pada nda jatuh “ Bu’e kesel karena Pa’e terlalu heboh mengekspresikan diri, sama seperti orang budeg dikasih duit ( apa hubungannya ya? Hihi ). 

“ Si Genduk sakit Bu’e? Sakit opo Bu’e, sekarang dirawat di rumah sakit mana? Kok kamu nda ngasih tahu toh Bu’e?” serbu Pa’e

“ Sing sakit ki yo sopo toh Pa’e ?” tanya Bu’e mangkel.

“ Lah tadi, jare pakne Genduk wira-wiri gara-gara Genduk. Aku kan yo nda enak toh Bu’e, masa ada tetangga yang kerepotan kok sampai nda tahu. Kanjeng nabi kan pernah ngendiko, berdosa kita apabila ada tetangga yang membutuhkan bantuan tapi tak kita berikan. Berdosa kita kalau kita tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangga kita tak bisa tidur karena kelaparan “ Pa’e nda peduli dengan ekspresi Bu’e yang jadi gemes karena omongan Pa’e yang ngelantur.

“ Pa’e, pa’e….si Genduk iku nda sakit. Genduk sehat wal afiat, lah wong tadi pagi waktu aku pulang dari warung Genduk lagi sarapan nasi uduk segunung “ jawab Bu’e buru-buru sebelum Pa’e mengeluarkan hadist berikutnya. “ Pa’e genduk itu lagi pusing mikirin sekolahnya si Genduk. Mau ndaftar ke sekolah negeri tapi nilainya Genduk seikhlasnya saja, jauh dari batas minimal yang ditetapkan. Kalau di daftarin ke sekolah swasta, pa’e Genduk nda kuat dengan bayarannya yang nda itung-itungan “ lanjut Bu’e. Si Bu’e memang terkadang suka asal, masa ada bayaran yang nda itung-itungan, kalau mahal mungkin. “ Ya itu maksudku!” Loh kok Bu’e ngerti kalo di rasani yo, mangkane ojo seneng ngrasani orang yo! Inget itu! Hihihi

“ O.. ngono tho? Kirain si Genduk sakit “ sahut Pa’e kalem. Tanpa sepengetahuan Bu’e, Pa’e menyempatkan diri berkaca pada kaca spion sebelah kiri. Pa’e tersenyum pahit mendapati seraut wajah di kaca spion, dan berpindah ke yang sebelah kanan. Hasilnya sama, nda sedap dilihat. Cermin memang tak pernah berbohong, batin Pa’e. Waktu muda dulu Pa’e memang belum mirip sama Dude Herlino, tapi sekarang setelah tua malah makin nda mirip sama sekali. Hihihii

“ Dari kemarin pakne si Genduk iku mondar-mandir ke sekolahan, cari informasi siapa tahu ada yang bisa bantu memasukan Genduk di SMP negeri “ kata Bu’e tepat ketika Pa’e berhenti menggerutu pada sang cermin yang terlalu jujur.

“ Loh, jare nilainya jauh di bawah batas minimal, kok masih mau nyoba ke sekolah negeri ? “ Pa’e belum mudeng kemana arah pembicaraan Bu’e, barangkali karena Bu’e terhalang jemuran kain sarung Pa’e jadi nda kelihatan kemana pembicaraan Bu’e berjalan. Hehehe

“ Sekarang pakne Genduk sudah menemukan orang yang siap membantu, tapi ya tentunya tidak gratis. Wong pembantu rumah tangga saja minta digaji, apalagi dia yang bukan pembantu. Membantu hanya sebagai pengganti kata memeras saja “ lanjut Bu’e agak gregetan ketika menyebut kata tidak gratis. Tapi gregetan ala Bu’e sangat jauh berbeda dengan gregetannya Sherina Munaf. Hehehe

“ Nyogok maksude?” 

“ Lah iya! Nah sekarang pakne Genduk lagi puyeng nyari pinjaman untuk mbayar sang ‘pembantu kejam’ itu biar diterima di sekolah negeri. Mana jumlahnya sampai ber jeti-jeti ( berjuta-juta ) lagi “ kata Bu’e sok gaul.

“ Lah, wong belum apa-apa kok sudah harus mengeluarkan duit sebanyak itu. Mana harus ngutang lagi. Belum nanti untuk kebutuhan sekolahnya. Anak baru masuk sekolah itu kan kebutuhannya banyak banget, ya seragam ya buku ya uang gedung yang kini sudah berganti nama jadi uang pagar, uang ini itu, wis pokoke seabreg. Mbok ya sudah, kalau memang nilai anaknya nda mencukupi ya nda usah mekso masuk sekolah negeri. Cari saja sekolah lain yang sesuai dengan kemampuan otak si anak, juga kemampuan ekonomi. Lagian, namanya suap menyuap itu kan dosa, dilarang agama. Gimana anaknya pintar, wong masuk sekolahnya saja sudah lewat jalur nda bener. Pak ustadz bilang, ilmune nda barokah “

“ Tapi memang wis jamane kali Pa’e. Buktine si Thole nilainya bagus, sangat cukup untuk mendaftar di sekolah negeri favorit di sini. Tapi tetap saja bapak ibunya kebat-kebit sebab ada saja orang tua yang karena nilai ijasah anaknya nda memenuhi syarat, maka mereka mengandalkan nilai rupiah “

“ Nah itu dia, pihak sekolah bisa saja bilang bahwa sistim penerimaan siswa baru di sekolah mereka bersih dari segala bentuk suap menyuap, tapi kan yang di suap bukan sekolahnya tapi oknum sekolah. Dan yang nda bisa dibenarkan adalah banyaknya orang tua siswa yang karena merasa khawatir anaknya nda bisa masuk di sekolah incaran mereka, akhirnya berlomba-lomba menawarkan rupiah lebih tinggi agar anaknya bisa masuk. Padahal, kalau mau fair, tak perlu lagi mengeluarkan banyak uang kecuali untuk membeli formulir, membayar seragam dan juga buku-buku pelajaran. Sekolah bisa saja tak menerima suap, tapi oknum-oknum yang memang kerja untuk mencari uang mana tahan jika diiming-imingi uang. Biarlah dosa urusan belakangan, yang penting uang sudah ada di tangan. Soal suap menyuap untuk masuk sekolah memang sudah menjadi rahasia umum dan seperti lingkaran setan, mana ujung mana pangkalnya yang harus dipegang untuk menghentikan ” panjang lebar Pa’e menerangkan, sampai-sampai Bu’e mengira Pa’e membaca catatan.

“ Betul juga Pa’e. Kalau semua orang tua sepakat untuk tidak mengeluarkan duit diluar persyaratan yang tercantum, dan juga kalau semua pihak sekolah yang terkait penerimaan siswa baru ingat akan kehidupan akhirat. Jika saja bisa seperti itu, tak perlu para siswa yang nilainya bagus merasa khawatir tidak terima. Dan siswa yang nilainya jauh di bawah standar, nda perlu memaksakan pikirannya untuk mengikuti pelajaran di sekolah favorit yang tak terjangkau olehnya” kini giliran Bu’e yang membaca catatannya eh nggak ding, Bu’e sudah hafal dialognya. Hehehehe

“ Bu’e, ngomong-ngomong kok kamu tahu semua problem yang lagi dihadapi pakne Genduk dan Thole, apa kamu diajak bicara sama mereka? Rasanya aku nda lihat mereka main ke rumah?” ada nada curiga dibalik pertanyaan Pa’e.

“ Jangan curiga dulu Pa’e. Pakne Genduk , pakne Thole dan pakne-pakne lainnya di komplek sini tidak ada yang main kecuali kalau mereka ada perlu sama Pa’e. Ngene-ngene aku tahu aturan menerima tamu di rumah. Tak ada tamu laki-laki lain saat pa’e nda di rumah. Aku tuh kebetulan tahu problem orang tua di komplek sini dari ibu-ibunya. Tadi pagi, mereka pada ngomongin hal itu di warung sayur mbak Yem”

“ Di warung sayur mbak Yem? Pagi-pagi sekali? Saat sebagian orang masih sholat shubuh? Apa mereka nda bisa tidur semalaman sampai-sampai sepagi itu sudah ngerumpi di warung sayuran. Ternyata acara gosip di tv sudah termasuk kesiangan dibanding acara gosip menggosip ibu-ibu di warung sayuran ya? “ 

“ Ya, namanya juga ibu-ibu, kapan ketemu ya pasti ingin bertanya ini dan itu. Malah, bukan cuman obrolan sekolah loh Pa’e. tadi pagi ibu-ibu juga sibuk membicarakan soal video….”

Wis-wis, nda usah dilanjutkan lagi. Mblenger aku ndengerinnya. Asal Bu’e tahu saja ya, meskipun cuma  mendengarkan orang menggunjing, Bu’e tetap dapet dosanya. Saat itu Bu’e mungkin tidak ikut ngomong, tapi di tempat lain, dengan orang lain siapa yang bisa menjamin?. Sudah, ayo kita sarapan saja, nanti ada yang ingin aku obrolin lagi sama Bu’e”

“ Ngobrol opo tho Pa’e?” tanya Bu’e penasaran

“ Ada, yang ini jauh lebih penting dan lebih menarik dari yang Bu’e dengar di warung tadi pagi”

catatan: mblenger = bosen
Gambar diambil dari sini

Featured post

Sebab Cinta Tak Harus Menangis

“ Aku bangga pada kalian. Kesabaran, ketegaran dan juga ketabahan kalian. Pertahankan, karena hidup harus tetap berjalan! “ sebuah sms mas...

 
© Copyright 2035 Ruang Belajar Abi
Theme by Yusuf Fikri