“ Jam 4 pagi, sebuah lemari kayu besar tiba-tiba roboh menimpa aku dan istriku yang masih tertidur lelap!”
Nurul memulai ceritanya malam itu, sepuluh menit sebelum azan Isya berkumandang.
“ Seandainya Allah tak menolong, mungkin kami sudah mati. Paling tidak ada bagian tubuh kami yang patah, remuk atau luka-luka tertimpa lemari yang penuh dengan pakaian. Tapi Alhamdulillah, sedikitpun kami tak luka. Saat terbangun, kedua tangan kami sudah pada posisi menyangga lemari. Kedua tanganku menyangga pintu lemari yang terbuat dari kayu, sedang tangan istriku menyangga bagian pintu yang dilapisi kaca cermin. Subhanallah! Beruntung kaca cermin itu tidak pecah dan melukai tangan istriku. Kami sangat kaget dan shock waktu itu “ kenang Nurul.
Kejadian ini terjadi saat Nurul beserta anak dan istrinya merayakan lebaran tahun lalu di kampung halaman mereka, sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Saat itu cuaca memang sedang panas, sehingga meski malam hari, udara dalam kamar mereka yang tak begitu luas tetap terasa sumuk. Sebagai keluarga yang sederhana, jelas rumah mereka tak dilengkapi dengan AC. Bahkan di kamar Nurul juga tidak ada kipas angin. Tak tahan dengan hawa yang panas, Nurul dan sang istri memilih tidur di lantai menggunakan kasur tipis, sedang putri tunggal mereka tidur di dipan yang ukurannya memang tak memungkinkan untuk mereka tidur bertiga dengan nyaman. Dan, satu-satunya ruang yang tersisa dalam kamar itu adalah lantai selebar kasur ukuran sedang, tepat di depan lemari kayu tempat mereka menyimpan pakaian.
Kondisi badan yang lelah usai bersilaturahmi dengan sanak saudara, membuat tidur mereka malam itu sangat pulas. Sampai akhirnya, sebuah kejadian membangunkan mereka secara paksa. Lemari kayu yang posisinya berada tepat di dekat kaki, roboh menimpa ia dan istrinya. Tak ada suara sebelumnya, tiba-tiba saja lemari berukuran 1.1 x 1.8 meter ini sudah berada diatas mereka, tertahan tangan mereka berdua. Kaget! Belum sepenuhnya sadar, mereka mendapati tumpukan baju yang tersimpan dalam lemari telah keluar dari tempatnya, berserakan dan sebagian menutupi mereka berdua. Berkali-kali mereka beristighfar...
Dengan tubuh masih gemetar, susah payah Nurul dibantu sang istri mendirikan kembali lemari yang hampir saja mencelakakan mereka berdua. Untuk beberapa saat mereka saling terdiam. Kaget, bingung, dan takjub berkecamuk dalam benak keduanya. Nurul mencoba menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi sehingga lemari itu tiba-tiba roboh. Apakah karena gempa atau ada sebab lainnya. Akhirnya Nurul mendapat kesimpulan bahwa lemari itu roboh lantaran salah satu bagian kaki lemari yang sudah patah itu tak sengaja terjejak kakinya atau mungkin kaki sang istri. Ia baru ingat, dua hari sebelum lebaran, ia sempat menggeser lemari yang pintunya sudah tak bisa dikunci itu, ketika hendak mengecat dinding di belakang lemari. Usai mengecat, lemari itu dikembalikan ke tempatnya semula, tapi ia lupa memastikan apakah bagian kaki lemari yang patah itu sudah pada posisi yang pas atau belum.
Jika dilihat dari kondisi lemarinya, tak mengherankan bila lemari itu tiba-tiba rohon menimpa mereka, hanya karena tak sengaja terjejak kaki. Namun yang tak mudah diterima nalar adalah bagaimana tiba-tiba secara reflek mereka menyangga badan lemari, padahal kala itu mereka sedang terlelap, dan robohnya lemari itu tak menimbulkan suara sebelumnya karena posisinya yang berada di bagian tengah dan tak terhalang apapun. Subhanallah, Alhamdulillah, ini kuasa Allah SWT, berkali-kali mereka mengucap tasbih dan tahmid. Mustahil terjadi, jika bukan Allah yang menyelamatkan mereka. Mereka menyadari betapa pertolongan Allah sangat tepat, dekat dan nyata kala itu.
****
Pertolongan Allah begitu dekat, begitu nyata. Datang pada saat yang tepat, dengan berbagai bentuk dan cara. Kita pasti pernah mengalaminya, hanya saja terkadang karena bentuknya, caranya yang tak kita pahami, kita tak sadar bahwa saat itu pertolongan Allah sangat dekat dengan kita.
Sering kita membaca atau mendengar kisah-kisah seseorang yang sempat merasa kesal awalnya namun kemudian menjadi bersyukur tiada tara, setelah tersadar bahwa apa yang semula dianggapnya mengecewakan itu adalah sebuah pertolongan Allah. Seperti seseorang yang terpaksa harus kembali ke rumah untuk mengambil sesuatu yang tertinggal padahal ia sedang terburu-buru ke kantor, ternyata dia sedang diselamatkan Allah karena angkutan yang tadi ditumpanginya tak lama kemudian mengalami kecelakaan. Atau juga seseorang yang merasa kesal karena tak kebagian tempat duduk padahal sudah menunggu bis berjam-jam, namun akhirnya bersyukur karena bis yang dimaksudkan mengalami kecelakaan di jalan tol dan sebagian besar penumpangnya menjadi korban. Atau juga seorang ibu yang diselamatkan dari maut, dengan jalan sang bayi yang digendongnya menangis sepanjang perjalanan sehingga sebagian besar penumpang merasa kesal dan memaksa sang ibu turun di tengah perjalanan. Hanya berjarak ratusan meter, bus yang sebelumnya ditumpangi sang ibu dan bayinya ini mengalami tabrakan dan melukai penumpang di bagian depan, tepat dimana sang ibu sebelumnya duduk.
Atau juga, kejadian yang kualami sendiri. Pernah satu waktu kami benar-benar kehabisan uang belanja, padahal gajian masih sehari lagi. Logikanya, tak mungkin kami sekeluarga bisa mendapatkan makanan yang enak dan beraneka macam pada saat kondisi keuangan seperti itu. Tapi tiba-tiba saja datang saudara kami yang tinggal di luar kota, membawakan berbagai macam masakan lezat dan kue yang enak, karena mereka sedang mengadakan syukuran. Dan tak hanya itu, saudara kami itu juga memberikan uang saku kepada putri kami. Atau juga akhir tahun lalu, tak seperti bulan-bulan sebelumnya, tiba-tiba perusahaan tempatku bekerja mewajibkanku ( bukan sekedar menyuruh ) untuk lembur, tepat dimana aku sedang membutuhkan dana lebih karena salah satu keponakanku akan menikah. Alhamdulillah.
Jika tak ada rasa syukur, tentu saja dua hal tersebut tidaklah terlihat sebagai bentuk pertolongan Allah. Bisa saja kami berpikiran bahwa makanan yang diantar itu memang semestinya diantarkan kepada kami, karena kami adalah saudaranya. Atau juga kerja lembur itu memang sudah seharusnya, karena laporan akhir tahun yang harus segera diselesaikan sebelum libur panjang. Tapi Alhamdulillah, aku memandangnya dari sudut lain. Kalau Allah berkehendak, bisa saja saudaraku yang sedang mengadakan syukuran itu tidak mengantarkan makanan ke tempat kami karena jaraknya yang cukup jauh,dan kamipun tidak tahu menahu dengan acara mereka. Atau juga, pihak perusahaan menyuruh karyawan lain untuk lembur atau memaksaku menyelesaikan laporan tanpa harus lembur.
Tak ada yang kebetulan, tak ada juga yang sia-sia. Apa yang terjadi pada diri kita adalah atas kehendak dan izin Allah SWT, sekalipun menurut kita terasa pahit awalnya. Jika kita jeli, kita akan menemukan hikmah dan pelajaran yang besar terkandung sebuah peristiwa sederhana. Kita akan mengakui kebesaran Allah, mengucap syukur tiada henti setelah menyadari bahwa sesungguhnya yang kita alami adalah sebuah pertolongan dari Allah.
Dan jika hari ini kita mendapati sesuatu yang tidak menyenangkan karena tidak sesuai dengan rencana dan keinginan, jangan terburu kecewa karena sangat mungkin itu adalah pertolongan Allah yang sesungguhnya akan menyelamatkan kita, memberikan jalan serta hasil yang lebih baik dari yang kita rencanakan. Sungguh, selagi kita memulai dan menjalani sesuatu dengan niat, cara dan tujuan yang benar dan lurus, maka pertolongan Allah sebenarnya sangat tepat, dekat, dan nyata.