15 Dec 2012

Dengan Menikah, Aku Ingin Menjaga dan Terjaga



Alarm tanda istirahat sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu, tapi bekal nasi yang kubawa masih utuh, belum kusentuh. Obrolan Ahmad dengan rekan kerja di seberang mejalah yang menunda selera makanku.

“Ini bukan keputusan tiba-tiba, jauh-jauh hari kami telah memikirkan dan mempertimbangkannya. Juga bukan langkah yang tergesa-gesa, kami hanya ingin bersegera agar bisa saling menjaga dan terjaga.” 

Itu jawaban Ahmad ketika ditanya tentang rencana pernikahannya yang  oleh sebagian rekan kerja dinilai mendadak, menimbulkan banyak tanda tanya.


Tidak tergesa-gesa, tapi bersegera agar bisa saling menjaga dan juga terjaga. Aku sepakat dan sependapat dengan Ahmad. Meski sekilas terlihat sama, namun bersegera dan tergesa-gesa berbeda makna, pelaksanaan dan juga hasil akhirnya. Bukan hanya dalam urusan pernikahan, tapi juga dalam hal lainnya. Segera mengarah pada kebaikan, sedang tergesa-gesa justru sebaliknya. 

Dan segera menikah, setelah cukup persyaratannya, adalah hal yang semestinya. Jangan tergesa-gesa, jangan pula ditunda-tunda karena keduanya adalah kebiasaan dan tipu daya syetan untuk melalaikan dan menjerumuskan manusia. Mereka tiada kehabisan cara, tidak pula berputus asa untuk menggoda manusia, salah satunya dengan mengatasnamakan cinta. 

Ucapan Ahmad juga mengingatkanku pada Fulan dan Fulanah. Keduanya berikhtiar untuk menyatukan cinta dalam sebuah ikatan suci bernama pernikahan. Layaknya orang yang sedang jatuh cinta, maka merekapun merasakan saat-saat dimana orang biasa menyebutnya kasmaran. Selalu ingin bertemu adalah hal yang mereka ingini, sekaligus mereka hindari. Maka tempat tinggal dan kerja yang saling berjauhan adalah hal yang mereka sesali, sekaligus syukuri. Sebagai manusia, mereka juga merasakan hal yang sama seperti orang umumnya jatuh cinta, bedanya mereka tidaklah memperturutkan nafsu dan keinginannya. Mereka berusaha untuk saling menjaga dan terjaga, salah satunya dengan membatasi frekuensi bertemu dan berkomunikasi karena melalui dua hal ini pula setan seringkali menyusupkan tipu dayanya. 

“Siapa yang akhirnya beruntung mendapatkanmu?” tanya rekan di sebelah kiri Ahmad.

“Kalau dibilang beruntung, barangkali aku yang lebih beruntung,” jawab Ahmad sambil tersenyum. “Bukan soal untung rugi, kami sama-sama mensyukuri telah dipertemukan kembali melalui jalan yang tak pernah kami duga sebelumnya. Meski banyak perbedaan, tapi kami berusaha untuk saling mengerti, memahami dan - insya Allah - melengkapi.” 

“Dipertemukan kembali? Kalian sudah saling kenal sebelumnya?”

“Kenal dekat sih tidak. Waktu SMP kami satu sekolah, tapi beda kelas.” 

Dua rekan di samping Ahmad ber-o.. bareng.

“Kapan kalian akan mengundang kami?” kali ini rekan di sebelah kanan Ahmad yang bertanya.

“Rencananya, acara tasyakuran di Tangerang akan dilaksanakan setelah ijab qabul, tanggal 23 Desember 2012. Tiga minggu berikutnya rencananya kami juga akan mengadakan tasyakuran di Jakarta, tanggal 13 Januari 2013.”

“Dua kali acara? Tanggal 13?”

“Ya, insya Allah. Hanya acara biasa, sederhana saja. Selain sebagai perwujudan syukur kami atas anugerah yang indah ini, juga mudah-mudahan bisa dijadikan sarana silaturahmi dengan keluarga dan teman-teman lama. Alasan kami mengadakan tasyakuran di dua tempat dan waktu yang berbeda sebenarnya lebih pada pertimbangan kemudahan bagi para tamu undangan. Kami tak ingin merepotkan teman dan keluarga yang  di Jakarta untuk datang ke Tangerang, begitupun sebaliknya.” Ahmad menjelaskan.

“Soal tanggal 13 kamu serius? Kamu lupa atau sengaja?”

“Ya!” jawab Ahmad mantap. “Kenapa? Kalian takut dengan tanggal itu?” Ahmad balik bertanya.

Yang ditanya diam seribu bahasa.  

“Kalau benar 13 adalah angka sial, mungkin ibu akan berusaha keras untuk menunda atau mempercepat kelahiranku sehari agar aku tak terlahir di tanggal 13. Tapi nyatanya tidak. Mereka juga tidak merekayasa atau berkompromi dengan petugas kelurahan untuk mengganti tanggal kelahiranku, dari 13 ke tanggal lainnya, toh aku tidak tahu dan tidak akan protes kala itu." Ahmad tersenyum. "Bagiku  angka atau tanggal 13 tidaklah berbeda dengan angka dan tanggal-tanggal lainnya. Kalaupun ada kejadian tidak menyenangkan terkait angka atau tanggal tersebut, sungguh bukan karena angka dan tanggalnya tapi karena sudah menjadi ketetapan- Nya. Tangis dan tawa, suka dan duka, bahagia ataupun derita adalah bagian dari hidup kita.”

Untuk sesaat suasana benar-benar hening, tak ada yang bersuara. 

“Begini, kami berharap sekali kalian bisa hadir, mendoakan semoga cita –cita kami membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah , wa rahmah Allah berkahi. Mohon doanya pula semoga dimudahkan setiap perkara, dilancarkan setiap urusan sehingga apa yang kami rencanakan dan ikhtiarkan berjalan sesuai dengan yang kami harapkan. Amin.”

“Insya Allah kami akan datang. Kalaupun tidak di dua-duanya, kami usahakan datang di salah satunya. Tapi ngomong-ngomong,  mana undangan resminya?” 

Dua rekan di samping Ahmad terkekeh. Aku pelan mengikuti mereka.

“Undangan saat ini masih dalam proses pencetakan. Begitu selesai, akan segera kami bagikan. Insya Allah.”


Featured post

Sebab Cinta Tak Harus Menangis

“ Aku bangga pada kalian. Kesabaran, ketegaran dan juga ketabahan kalian. Pertahankan, karena hidup harus tetap berjalan! “ sebuah sms mas...

 
© Copyright 2035 Ruang Belajar Abi
Theme by Yusuf Fikri