22 Feb 2010

Jauh Dekat

Sore yang mendung. Meski awalnya agak ragu, akhirnya aku dan sahabatku memutuskan untuk tetap ke rumah sakit sore itu juga. Sudah dua hari, anak salah satu rekan kerja kami dirawat di sana karena demam berdarah. 

Selama dalam perjalanan menuju rumah sakit yang tak lebih dari lima belas menit, banyak hal yang kami bicarakan. Yang paling menarik adalah keinginan sahabatku untuk menutup akunnya di beberapa situs jejaring sosial. 

“ Saya akan menutup beberapa akun di situs jejaring sosial Mas “ sahabatku membuka pembicaraan saat melintas di depan sebuah warnet yang penuh dengan pengunjung.

“Lho, kenapa? Bukannya kamu lagi getol-getolnya menjalin pertemanan di dunia maya?” tanyaku agak terkejut. Setahuku, dia memang sudah lama memiliki akun di situs jejaring sosial, dan belakangan dia sedang ‘kecanduan’ lagi.

“ Iya sih, tapi akhir-akhir ini saya merasa ada yang hilang dari kehidupan saya. Mungkin karena terlalu asyik dengan teman-teman di dunia maya, saya menjadi asing dan jauh dengan teman-teman di kantor “

“ Tapi bagaimana dengan teman-temanmu yang jumlahnya sudah ratusan itu? Apa nanti mereka nda kehilangan kamu? Nda baik juga loh memutuskan silaturahmi begitu saja!“. Aku mencoba mengingatkan sebelum dia benar-benar melaksanakan keinginannya.

“ Saya sudah menulis status bahwa dalam waktu dekat akun-akun tersebut bakal saya tutup, jadi teman-teman tidak kebingungan. Dan jika mereka masih mau melanjutkan silaturahmi dan komunikasi masih bisa kok, saya masih menyisakan satu akun. Pokoknya saya sudah mantap untuk menutup akun, terutama di situs jejaring sosial yang paling popular saat ini. Saya tak ingin mengejar teman di dunia maya tapi akhirnya justru kehilangan teman-teman di dunia nyata. Mulai sekarang saya akan mengatur waktu saya untuk bersilaturahmi baik di dunia maya maupun di dunia nyata” panjang lebar temanku ini menjelaskan, dan kutahu bahwa kali ini dia benar-benar serius dengan keinginannya.

***

Apa yang dikatakan sahabatku memang ada benarnya juga. Tanpa kita sadari, terkadang kita terlalu ‘asyik’ menjalin pertemanan di dunia maya, sampai-sampai keluarga, teman dan lingkungan nyata justru kurang mendapat perhatian kita. Tanpa kita sadari pula, kita yang tergabung dalam situs jejaring sosial akhrinya lebih sering bersilaturahmi dan berkomunikasi dengan teman-teman kita yang entah dimana keberadaanya, sementara dengan teman di kanan kiri kita, jarang sekali kita berkomunikasi. Contoh nyatanya adalah apa yang sahabatku alami. Semenjak dia membuka akun di beberapa situs jejaring sosial, teman-temannya memang bertambah banyak tapi perlahan komunikasi dengan teman sekantornya menjadi berkurang, bahkan menghilang. Sahabatku jadi merasa asing di kantor sendiri, menjadi orang lain diantara teman-temannya sendiri.

Teknologi, setiap saat setiap waktu terus berkembang. Banyak hal yang dulu sekedar hayalan kini benar-benar sudah menjadi kenyataan. Teknologi, bisa membuat yang jauh menjadi terasa dekat, tapi juga bisa membuat yang dekat menjadi terasa jauh.

Bukan hanya internet, teknologi informasi yang lebih dulu populerpun ternyata selain membuat yang jauh menjadi terasa dekat, juga bisa membuat yang dekat menjadi terasa jauh. Handphone dan televisi adalah contoh nyatanya. Melalui telephone, kita bisa berbicara dengan orang yang jaraknya ribuan kilometer seolah kita sedang duduk bersebelahan. Ditambah dengan teknologi video call, kita bisa berbicara sambil saling menatap wajah masing-masing seolah kita sedang berhadapan di tempat yang sama. Keberadaan telephone benar-benar memberikan solusi untuk komunikasi jarak jauh, tapi sayangnya untuk komunikasi dengan tetangga sebelah rumah, terkadang kita lebih memilih melalui telephone ketimbang mendatangi rumahnya, mengetuk pintunya dan bertemu muka dengan sang pemilik rumah. 

Begitupun melalui televisi kita bisa tahu berbagai kejadian jauh di belahan bumi ini, tapi gara-gara keasyikan di depan televisi, terkadang kita tidak tahu apa yang sedang terjadi di tetanga kanan dan kiri. Kita lebih senang menghabiskan waktu di depan televisi ketimbang berkunjung ke tetangga dan saudara. Kejadian di luar negeri kita tahu, tapi kejadian di sebelah tembok kita tak tahu, atau bahkan tidak mau tahu. 

Perkembangan teknologi telah membawa perubahan besar pada kebiasaan berkomunikasi dan bersilaturahmi. Persoalan jarak, waktu dan biaya menjadi kecil dengan hadirnya teknologi-teknologi canggih. Namun teknologi, bak dua mata pisau. Satu sisi membawa manfaat dan keuntungan, tapi di sisi lainnya bisa mendatangkan bahaya dan kerugian, terutama jika kita tak menggunakannya atau menyikapinya dengan benar. 

Sambunglah silaturahmi, begitu Islam mengajarkan kepada kita. Begitu pentingnya silaturahmi, sampai-sampai Allah mengancam orang yang memutuskan silaturahmi dengan sengaja. Kecanggihan teknologi hadir membawa sebuah solusi untuk berkomunikasi dan bersilaturahmi, khususnya yang terkendala jarak yang jauh, waktu yang sempit dan juga biaya yang besar. Tapi terkadang kitalah yang salah memanfaatkan dan menyikapi kemajuan teknologi itu sendiri. 

Kecanggihan, kemudahan dan kenyamanan yang diberikan oleh teknologi, perlahan merubah kebiasaan kita dalam menjalin silaturahmi. Sesuatu yang dekat tiba-tiba menjadi terasa jauh lantaran kita lebih memilih bersilaturahmi dan berkomunikasi melalui teknologi. Padahal esensi dari silaturahmi sesungguhnya adalah ikatan batin dan kedekatan emosi yang terjadi dari sebuah pertemuan fisik. Melalui teknologi bisa saja kita saling memberikan informasi, tapi tetap saja ada hal-hal yang tidak didapat seperti ketika kita bersilaturahmi secara langsung. 

Kepedulian, kedekatan, rasa persatuan akan mudah muncul manakala kita saling bertemu. Kita tak hanya mendengar suara, tapi kita juga bisa melihat secara langsung kondisi orang lain, bahkan kita bisa merasakan apa yang sebenarnya tidak mungkin diungkapkan dengan kata-kata. Berbeda ketika kita bersilaturahmi melalui teknologi, kepekaan emosi kita hanya sebatas apa yang kita dengar, atau apa yang kita baca.
Mari, kita lebih bijak dalam menyikapi dan memanfaatkan teknologi untuk berkomunikasi dan bersilaturahmi. Manfaatkan teknologi sebagai sebuah solusi, tapi yang lebih utama adalah komunikasi dan silaturahmi secara langsung, karena disanalah kedekatan, kepekaan, kebersamaan, kepedulian dan keberkahan akan lebih mudah tercipta dan lebih terjaga.

Artikel ini juga sudah bisa dibaca di kotasantri

15 Feb 2010

Cari Yang Lebih Untung

Kemarin malam, saat menemani sepupuku mengambil uang melalui ATM di sebuah pusat perbelanjaan ternama.

Seperti biasa, pusat perbelanjaan ini memang selalu dipadati oleh pengunjung yang datang baik dengan berjalan kaki, menumpang angkutan umum ataupun menggunakan kendaraan pribadi. Sementara sepupuku mengambil uang di ATM yang berada di lantai dua pusat perbelanjaan, aku memilih menunggunya di luar pagar saja. Terlalu ribet jika harus antri di parkiran motor, padahal kami hanya ingin mengambil uang bukan untuk berbelanja.

Dari tempatku menunggu, dengan leluasa aku bisa melihat para pengunjung yang baru datang ataupun yang sudah keluar dengan berbagai macam barang belanjaan di tangan. Supermarket yang temboknya didominasi warna kuning ini, memang menjadi salah satu tujuan utama bagi warga yang memiliki hoby belanja atau sekedar jalan-jalan mencari hiburan. Harga yang sedikit lebih miring dibanding harga warung adalah faktor penarik utama mengapa para calon pembeli rela antri, berdesak-desakanan atau bahkan menempuh perjalanan yang cukup jauh. Jika dihitung secara cermat, harga barang yang konon diklaim lebih murah itu, terkadang tak sebanding dengan tenaga, waktu dan biaya yang harus dikeluarkan untuk bisa sampai di supermarket ini. Tapi begitulah, sudah jadi hal yang biasa jika pembeli selalu saja mencari harga yang paling murah di antara yang murah. Bahkan soal jarak, terkadang tak jadi masalah yang penting bisa membeli dengan harga lebih murah. Keuntungan pembeli adalah ketika bisa membeli dengan harga yang paling murah. Ini sah-sah saja, baik secara ekonomi maupun ditinjau dari segi agama asalkan persyaratan muamalah lainnya terpenuhi. 

Untuk sebuah kepentingan dan keuntungan dunia, kita begitu semangat mengejarnya. Tenaga, waktu dan bahkan biaya terkadang tak lagi dipertimbangkan. Yang ada dalam pikiran adalah bagaimana kita bisa mendapatkan keuntungan itu. Hal ini kadang berbanding terbalik dengan semangat kita ketika menjalankan ibadah. Sholat misalnya. Meski kita tahu bahwa sholat yang dilakukan tepat waktu pahalanya lebih besar, tapi kita masih sering menunda-nunda. Kita tahu bahwa sholat berjamaah pahalanya lebih besar, tapi kita masih sering sholat sendirian. Kita tahu bahwa sholat berjamaah di masjid atau mushola pahalanya lebih besar, tapi kita masih beranggapan bahwa yang penting di rumah juga sholat berjamaah. 

Allah menjanjikan keuntungan ( bonus pahala ) bagi siapa saja yang bisa mendirikan sholat tepat waktu, secara berjamaah dan dilakukan di tempat yang mulia. Ini tidak sulit, karena semuanya bisa dicapai sekaligus. Caranya dengan senantiasa sholat berjamaah di masjid atau musholla. Hanya dengan sholat berjamaah di masjid atau mushola, maka sholat tepat waktu lebih terjamin dibanding kita sholat di rumah yang sering ditunda-tunda hanya untuk sebuah urusan tak penting. Dengan sholat di masjid atau mushola, maka sholat berjamaah lebih terjamin ketimbang kita sholat di rumah yang terkadang menjadi susah lantaran anggota keluarga sibuk dengan urusannya masing-masing. Dengan membiasakan sholat berjamaah di masjid atau mushola, maka ukhuwah bisa lebih ditegakkan, jalinan silaturahmi bisa lebih dipererat dan yang tak kalah penting, perjalanan kita dari rumah menuju masjid atau mushola dan sebaliknya akan dinilai sebagai ibadah yang kompensasinya hanya satu yaitu pahala.

Begitu banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan dengan membiasakan sholat berjamaah di masjid atau mushola. Tidakkah sayang jika semua itu akan kita lewatkan begitu saja, sementara untuk keuntungan duniawi yang jumlahnya terkadang tak seberapa, kita rela menempuh perjalanan yang jauh dari rumah kita. Sedang untuk ke masjid atau mushola, tak seberapa jauh tapi justru kita enggan padahal semakin jauh jarak masjid dari rumah kita, maka semakin banyak keuntungan ( pahala ) yang akan kita dapatkan dari langkah-langkah kaki kita.

Akankah kita terus berkutat di segala urusan dunia? Semakin dikejar, bukan keuntungan yang bakal diraih tangan, melainkan kerugian yang tak tertanggungkan. Mari, kita alihkan perhatian kita pada kepentingan akhirat. Jika ada ibadah yang memberikan peluang meraih keuntungan lebih besar, kenapa kita hanya ambil pokoknya saja? Dan membiasakan sholat berjamaah di masjid atau mushola, itulah keuntungan yang sesungguhnya. 

8 Feb 2010

Begitu Dekat Dan Nyata

“ Jam 4 pagi, sebuah lemari kayu besar tiba-tiba roboh menimpa aku dan istriku yang masih tertidur lelap!”
Nurul memulai ceritanya malam itu, sepuluh menit sebelum azan Isya berkumandang.

“ Seandainya Allah tak menolong, mungkin kami sudah mati. Paling tidak ada bagian tubuh kami yang patah, remuk atau luka-luka tertimpa lemari yang penuh dengan pakaian. Tapi Alhamdulillah, sedikitpun kami tak luka. Saat terbangun, kedua tangan kami sudah pada posisi menyangga lemari. Kedua tanganku menyangga pintu lemari yang terbuat dari kayu, sedang tangan istriku menyangga bagian pintu yang dilapisi kaca cermin. Subhanallah! Beruntung kaca cermin itu tidak pecah dan melukai tangan istriku. Kami sangat kaget dan shock waktu itu “ kenang Nurul. 

Kejadian ini terjadi saat Nurul beserta anak dan istrinya merayakan lebaran tahun lalu di kampung halaman mereka, sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Saat itu cuaca memang sedang panas, sehingga meski malam hari, udara dalam kamar mereka yang tak begitu luas tetap terasa sumuk. Sebagai keluarga yang sederhana, jelas rumah mereka tak dilengkapi dengan AC. Bahkan di kamar Nurul juga tidak ada kipas angin. Tak tahan dengan hawa yang panas, Nurul dan sang istri memilih tidur di lantai menggunakan kasur tipis, sedang putri tunggal mereka tidur di dipan yang ukurannya memang tak memungkinkan untuk mereka tidur bertiga dengan nyaman. Dan, satu-satunya ruang yang tersisa dalam kamar itu adalah lantai selebar kasur ukuran sedang, tepat di depan lemari kayu tempat mereka menyimpan pakaian.

Kondisi badan yang lelah usai bersilaturahmi dengan sanak saudara, membuat tidur mereka malam itu sangat pulas. Sampai akhirnya, sebuah kejadian membangunkan mereka secara paksa. Lemari kayu yang posisinya berada tepat di dekat kaki, roboh menimpa ia dan istrinya. Tak ada suara sebelumnya, tiba-tiba saja lemari berukuran 1.1 x 1.8 meter ini sudah berada diatas mereka, tertahan tangan mereka berdua. Kaget! Belum sepenuhnya sadar, mereka mendapati tumpukan baju yang tersimpan dalam lemari telah keluar dari tempatnya, berserakan dan sebagian menutupi mereka berdua. Berkali-kali mereka beristighfar...

Dengan tubuh masih gemetar, susah payah Nurul dibantu sang istri mendirikan kembali lemari yang hampir saja mencelakakan mereka berdua. Untuk beberapa saat mereka saling terdiam. Kaget, bingung, dan takjub berkecamuk dalam benak keduanya. Nurul mencoba menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi sehingga lemari itu tiba-tiba roboh. Apakah karena gempa atau ada sebab lainnya. Akhirnya Nurul mendapat kesimpulan bahwa lemari itu roboh lantaran salah satu bagian kaki lemari yang sudah patah itu tak sengaja terjejak kakinya atau mungkin kaki sang istri. Ia baru ingat, dua hari sebelum lebaran, ia sempat menggeser lemari yang pintunya sudah tak bisa dikunci itu, ketika hendak mengecat dinding di belakang lemari. Usai mengecat, lemari itu dikembalikan ke tempatnya semula, tapi ia lupa memastikan apakah bagian kaki lemari yang patah itu sudah pada posisi yang pas atau belum. 

Jika dilihat dari kondisi lemarinya, tak mengherankan bila lemari itu tiba-tiba rohon menimpa mereka, hanya karena tak sengaja terjejak kaki. Namun yang tak mudah diterima nalar adalah bagaimana tiba-tiba secara reflek mereka menyangga badan lemari, padahal kala itu mereka sedang terlelap, dan robohnya lemari itu tak menimbulkan suara sebelumnya karena posisinya yang berada di bagian tengah dan tak terhalang apapun. Subhanallah, Alhamdulillah, ini kuasa Allah SWT, berkali-kali mereka mengucap tasbih dan tahmid. Mustahil terjadi, jika bukan Allah yang menyelamatkan mereka. Mereka menyadari betapa pertolongan Allah sangat tepat, dekat dan nyata kala itu. 

****
Pertolongan Allah begitu dekat, begitu nyata. Datang pada saat yang tepat, dengan berbagai bentuk dan cara. Kita pasti pernah mengalaminya, hanya saja terkadang karena bentuknya, caranya yang tak kita pahami, kita tak sadar bahwa saat itu pertolongan Allah sangat dekat dengan kita. 

Sering kita membaca atau mendengar kisah-kisah seseorang yang sempat merasa kesal awalnya namun kemudian menjadi bersyukur tiada tara, setelah tersadar bahwa apa yang semula dianggapnya mengecewakan itu adalah sebuah pertolongan Allah. Seperti seseorang yang terpaksa harus kembali ke rumah untuk mengambil sesuatu yang tertinggal padahal ia sedang terburu-buru ke kantor, ternyata dia sedang diselamatkan Allah karena angkutan yang tadi ditumpanginya tak lama kemudian mengalami kecelakaan. Atau juga seseorang yang merasa kesal karena tak kebagian tempat duduk padahal sudah menunggu bis berjam-jam, namun akhirnya bersyukur karena bis yang dimaksudkan mengalami kecelakaan di jalan tol dan sebagian besar penumpangnya menjadi korban. Atau juga seorang ibu yang diselamatkan dari maut, dengan jalan sang bayi yang digendongnya menangis sepanjang perjalanan sehingga sebagian besar penumpang merasa kesal dan memaksa sang ibu turun di tengah perjalanan. Hanya berjarak ratusan meter, bus yang sebelumnya ditumpangi sang ibu dan bayinya ini mengalami tabrakan dan melukai penumpang di bagian depan, tepat dimana sang ibu sebelumnya duduk.

Atau juga, kejadian yang kualami sendiri. Pernah satu waktu kami benar-benar kehabisan uang belanja, padahal gajian masih sehari lagi. Logikanya, tak mungkin kami sekeluarga bisa mendapatkan makanan yang enak dan beraneka macam pada saat kondisi keuangan seperti itu. Tapi tiba-tiba saja datang saudara kami yang tinggal di luar kota, membawakan berbagai macam masakan lezat dan kue yang enak, karena mereka sedang mengadakan syukuran. Dan tak hanya itu, saudara kami itu juga memberikan uang saku kepada putri kami. Atau juga akhir tahun lalu, tak seperti bulan-bulan sebelumnya, tiba-tiba perusahaan tempatku bekerja mewajibkanku ( bukan sekedar menyuruh ) untuk lembur, tepat dimana aku sedang membutuhkan dana lebih karena salah satu keponakanku akan menikah. Alhamdulillah.

Jika tak ada rasa syukur, tentu saja dua hal tersebut tidaklah terlihat sebagai bentuk pertolongan Allah. Bisa saja kami berpikiran bahwa makanan yang diantar itu memang semestinya diantarkan kepada kami, karena kami adalah saudaranya. Atau juga kerja lembur itu memang sudah seharusnya, karena laporan akhir tahun yang harus segera diselesaikan sebelum libur panjang. Tapi Alhamdulillah, aku memandangnya dari sudut lain. Kalau Allah berkehendak, bisa saja saudaraku yang sedang mengadakan syukuran itu tidak mengantarkan makanan ke tempat kami karena jaraknya yang cukup jauh,dan kamipun tidak tahu menahu dengan acara mereka. Atau juga, pihak perusahaan menyuruh karyawan lain untuk lembur atau memaksaku menyelesaikan laporan tanpa harus lembur.

Tak ada yang kebetulan, tak ada juga yang sia-sia. Apa yang terjadi pada diri kita adalah atas kehendak dan izin Allah SWT, sekalipun menurut kita terasa pahit awalnya. Jika kita jeli, kita akan menemukan hikmah dan pelajaran yang besar terkandung sebuah peristiwa sederhana. Kita akan mengakui kebesaran Allah, mengucap syukur tiada henti setelah menyadari bahwa sesungguhnya yang kita alami adalah sebuah pertolongan dari Allah.

Dan jika hari ini kita mendapati sesuatu yang tidak menyenangkan karena tidak sesuai dengan rencana dan keinginan, jangan terburu kecewa karena sangat mungkin itu adalah pertolongan Allah yang sesungguhnya akan menyelamatkan kita, memberikan jalan serta hasil yang lebih baik dari yang kita rencanakan. Sungguh, selagi kita memulai dan menjalani sesuatu dengan niat, cara dan tujuan yang benar dan lurus, maka pertolongan Allah sebenarnya sangat tepat, dekat, dan nyata.

4 Feb 2010

Bukan Memutuskan, Tapi Memusatkan Silaturahmi

Hari ini, sejam yang lalu. Sebuah pesan masuk melalui YM ku. Sebuah pertanyaan yang sebelumnya pernah ditanyakan oleh beberapa orang sahabat, juga melalui YM.

Mas, kok akun facebooknya ditutup ya?

Iya betul. Sebenarnya bukan hanya facebook, tapi twitter, plurk dan friendFeed juga aku tutup. Malah, satu akun lamaku dan satu grup di multiply juga kututup belum lama ini “ jawabku memberikan penjelasan, sama seperti yang kuberikan pada setiap penanya yang ingin tahu alasanku menutup akun di di facebook.

Lho, kenapa memangnya?

Gak kenapa-napa, hanya ingin konsen menjalin silaturahmi saja “ 

Maksudnya?

Mm…gini. Pengennya sih terus menjalin komunikasi dan silaturahmi dengan sahabat dan kerabat yang tersebar di berbagai blog dan jejaring social lainnya, tapi gimana ya ( malah balik nanya, hehe ), aku nggak bisa ngurus semuanya, yang ada malah aku jadi kehilangan banyak waktu dan jadi nggak konsen di salah satunya. Daripada jarang-jarang dibuka, lama-lama yang pada dateng juga jadi mangkel, ya udah akhirnya aku tutup saja. Tapi bagi yang masih ingin melanjutkan silaturahmi, pintu masih terbuka di blog Abi Sabila kok

Oo..kirain ada masalah apa ?“

Alhamdulillah, tidak ada masalah dan bukan karena ada masalah. Selama ini banyak sekali manfaat yang sudah aku dapat sejak bergabung di blog dan microblog, tapi ya itu tadi, aku pengen fokus di salah satunya saja

OK Deh! Makasih ya

Sama-sama

Begitulah, dengan berbagai pertimbangan, akhirnya aku menutup akunku di facebook, diikuti beberapa akun di tempat lainnya. ( Maaf untuk Andi, Jun dan Heru yang baru buka akun facebook, sungguh bukan karena kalian aku menutup akunku, ini hanya kebetulan semata ). Bukan untuk memutuskan tali silaturahmi, tapi justru aku ingin lebih fokus menjalin silaturahmi. Maafkan sahabat, dan juga kerabat, aku sudah mantap ( paling tidak untuk saat ini, kecuali Allah membalikan hati ini lagi ).

Mengapa aku lebih mempertahankan blog ini , dibanding facebook atau situs jejaring social lainnya? Ada beberapa alasan, selain menurutku bisa lebih banyak menanam, memetik dan membagi manfaat, ilmu dan juga hikmah dengan sesama bloger maupun pengunjung lainnya ( meskipun sebenarnya di tempat lain pun bisa ), aku tidak akan kehilangan banyak waktu untuk bersilaturahmi dan berbagi manfaat dengan kerabat dan sahabat di dunia nyata

Dan, ada hal yang membuatku terkesan saat ngeblog, salah satunya adalah dengan datangnya award yang diberikan dengan tulus ( insya Allah ) oleh seorang sahabat, ukhti Syifa. Terima kasih, untuk award yang ‘cantik’ ini. 

Meski amanah yang dititipkan award ini harus dibagikan lagi kepada 13 orang sahabat, namun tanpa bermaksud menghianati amanah ( semoga pemberi award ini ridho ), award ini coba saya berikan kepada seluruh pengunjung blog ini tanpa ada batasan dan juga tanpa ada paksaan apakah award ini akan di pajang atau sementara di simpan.

1 Feb 2010

Rajin Puasa Biar Cepat Kaya?

Saat istirahat, usai sholat Jum’at.

Kamu tidak makan Mad?” tanya seorang rekan kerja Ahmad, sambil mengambil jatah makan siang yang sudah siap sejak sebelum sholat Jum’at.

Saya puasa Mas “ jawab Ahmad singkat.

Kok hari Jum’at kamu puasa. Kan nggak boleh puasa khusus hari Jum’at

Saya tidak puasa khusus hari Jum’at, Mas. Kemarin saya puasa, dan insya Allah besok juga puasa. Mulai hari ini saya puasa sunah pertengahan bulan Safar, tanggal 13, 14 dan insya Allah sampai tanggal 15 nanti “ Ahmad coba menjelaskan mengenai puasanya hari ini agar rekan kerjanya tidak salah paham, apalagi menganggapnya ‘linglung’ seperti bulan kemarin yang menyangka bahwa Ahmad salah mengira hari dan menghitung tanggal, padahal kala itu Ahmad yang rajin puasa sunah Senin – Kamis bukan salah mengira hari atau tanggal, tapi Ahmad memulai puasa pertengahan bulan yang kebetulan jatuh pada hari Rabu, tanggal 30 Desember.

Wah, puasa terus bisa cepet kaya dong !” 

Maksudnya ?” tanya Ahmad tak mengerti

Rekan kerja Ahmad menghentikan makan siangnya sesaat.

Kemarin kamu puasa hari Kamis. Hari ini, besok dan besoknya lagi kamu puasa pertengahan bulan. Terus hari Seninnya kamu puasa juga, itu artinya kamu bisa menghemat uang jajan selama lima hari, ga cepat kaya dari mana?” jawabnya sambil tersenyum dan kembali meneruskan makan siangnya.

Amin!” jawab Ahmad prihatin

***
Barangkali apa yang baru saja diucapkan rekan kerja Ahmad adalah sebatas seloroh saja, tapi bisa jadi memang begitu cara pandang dia terhadap orang yang rajin melakukan puasa sunah. Sangat disayangkan dan harus segera diluruskan.

Rajin berpuasa sunnah biar cepat kaya? Bukan hal yang mustahil, namun bukan pula hal yang benar jika yang dimaksud adalah kaitannya dengan pengurangan jatah makan ataupun jajan. Mungkin jika yang dimaksudkan kaya karena keberkahan rejeki bagi orang-orang yang rajin berpuasa sunah juga ibadah-ibadah sunah lainya, itu ada benarnya.

Masih saja, dan kenyataanya memang benar-benar ada orang-orang yang memandang segala sesuatu termasuk ibadah dari sudut pandang, kepentingan dan keuntungan duniawi saja. Sayang, jika ternyata ibadah-ibadah yang mereka kerjakan, baik wajib maupun sunnah orientasinya adalah dunia semata. Padahal pekerjaan dunia saja bisa bernilai ibadah jika diorientasikan untuk tujuan akhirat. Bekerja menjadi buruh pabrik misalnya, jika kita niatkan untuk memenuhi kebutuhan kelurga, maka akan bernilai ibadah. Dan segala pekerjaan dunia yang bernilai ibadah jelas akan membawa keberkahan atas hasil yang didapatkan.

Yang harus dirubah adalah jangan pernah meniatkan ibadah untuk kepentingan dunia, karena hal ini tidak akan membawa hasil, baik dunia maupun akhiratnya. Luruskan niat bahwa ibadah kita - baik wajib maupun sunnah - tujuannya adalah Allah semata. Sholat kita tidak akan bernilai ibadah jika tujuan kita adalah agar dilihat orang. Puasa kita tidak akan bernilai ibadah jika tujuan kita adalah untuk menghemat uang belanja. Sebaliknya, pekerjaan dunia yang kita lakukan dengan mengharap keridhoan dan keberkahan dari Allah akan bernilai ibadah, sehingga bukan saja akan membawa hasil di dunia tapi juga tabungan untuk akhirat.

Jika kita ingin kaya, hal yang sudah tentu harus dilakukan adalah usaha. Usaha di sini meliputi usaha yang berorientasi dunia, juga akhirat. Kita harus bekerja untuk bisa mendapatkan penghasilan. Bekerja yang dimaksudkan tidak asal kerja, tentunya bekerja yang dibenarkan oleh agama, bukan asal kerja yang penting cepat menghasilkan uang, meskipun harus menghalalkan segala cara. Selain bekerja, kita juga harus tak putus berdoa, agar usaha kita diberi kemudahan dan kelancaran. Kemudian, dari penghasilan yang kita dapatkan, kita sisihkan sebagian untuk kita sedekahkan kepada orang lain yang membutuhkan ataupun kita sumbangkan untuk pembangunan masjid, atau lembaga sosial lainnya agar penghasilan kita menjadi barokah. Cara seperti inilah sebenarnya yang lebih tepat dan benar untuk bisa menjadi kaya.

Satu hal yang harus kita yakin, bahwa Allah Maha Kaya, Allah tidak tidur, dan tidak mungkin menyia-nyiakan usaha kita, apalagi jika usaha kita itu kita tujukan untuk mengharap ridlo Nya. Dan juga yang tak kalah penting bahwa kita memang membutuhkan harta dalam hidup ini, tapi bukan itu tujuan sebenarnya. Pastikan, apapun usaha kita adalah kita lakukan sesuai dengan aturan Allah SWT dan kita kerjakan untuk mengharapkan keridhoan Nya. Apa yang tidak mungkin bagi Allah, termasuk memberikan kita kekayaan di dunia, juga surga di akhirat kelak.


Featured post

Sebab Cinta Tak Harus Menangis

“ Aku bangga pada kalian. Kesabaran, ketegaran dan juga ketabahan kalian. Pertahankan, karena hidup harus tetap berjalan! “ sebuah sms mas...

 
© Copyright 2035 Ruang Belajar Abi
Theme by Yusuf Fikri