27 Aug 2010

Tiket Mudik, Tiket Balik

Tak terasa bulan Ramadhan yang penuh nikmat dan barokah ini telah kita lewati setengah perjalanan. Bagaimana dengan puasa anda? Semoga tetap lancar dan makin sempurna, bukan sekedar tidak makan, tidak minum dan tidak berhubungan badan di siang hari saja. Amin, insya Allah.

Meski masih di pertengahan bulan Ramadhan, sebagian orang mulai mengumpulkan makanan, minuman dan juga pakaian untuk menyambut datangnya hari lebaran, hari kemenangan. Bagi mereka yang berencana merayakan lebaran di kampung halaman, persiapan sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari bahkan ada yang menyiapkan sebelum datang bulan Ramadhan. Mendatangi bengkel untuk memastikan kelayakan kendaraan yang akan dipakai untuk mudik atau ‘berburu’ tiket kendaraan umum bagi calon pemudik yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Salah satu yang melakukan hal itu adalah Ahmad. Dia sudah menyiapkan tiket bis untuk balik, jauh sebelum ia dan keluarganya berangkat mudik. 

“ Tiket balik? Mungkin yang dimaksud tiket mudik kali!” protes Anto saat itu. Anto mengira Ahmad salah menyebut tiket mudik dengan tiket balik.

“ Benar, tiket balik!” Ahmad meyakinkan. “ Aku baru saja nelpon kakakku di kampung agar memesankan tiket bus untuk kami balik ke sini usai lebaran nanti “ lanjutnya. 

Anto semakin heran.

“ Tiket untuk mudik, kamu sudah punya kan? “ tanya Anto memastikan.

“ Belum! “ jawab Ahmad santai. Dan kami semua yang mendengar pembicaraan mereka jadi tertawa melihat Anto kebingungan, sementara Ahmad justru tenang-tenang saja.

Apa yang dilakukan Ahmad sebenarnya tidaklah berlebihan. Aku pernah melakukan hal yang sama saat akan mudik lebaran tahun lalu. Di awal-awal puasa, aku sudah meminta kakakku memesankan tiket bus untuk kami kembali ke Tangerang. Alasannya hanya satu, kami ingin berlebaran di kampung halaman dengan suasana yang benar-benar tenang dan nyaman, tanpa terbebani masalah tiket untuk balik. 

Bagi calon pemudik yang memiliki kendaraan pribadi, jelas tidak ‘mengerti’ dengan persoalan ini. Juga bagi calon pemudik yang berkantong tebal, tiket kendaraan bukanlah hal yang terlalu mencemaskan. Mereka bisa memesan kendaraan kelas VIP atau eksekutif atau ikut rombongan tanpa harus berdesak-desakan. Konsekuensinya mereka harus membayar harga tiket berlipat-lipat dibanding harga tiket kendaraan umum lainnya. Tapi itu bukan masalah, kalau duit di dompet habis, tinggal datangi ATM, tarik duit dan semua masalah teratasi.

Tapi bagi calon pemudik yang memiliki dana terbatas, tiket kendaraan adalah hal yang perlu dipersiapkan dengan matang. Tiket mudik dan tiket balik, pentingnya sama. Memang, banyak agen bus atau panitia rombongan yang sudah menawarkan tiket jauh sebelum datang bulan Ramadhan. Tapi ya itu, harganya bisa dua hingga tiga kali lipat dibanding tiket kendaaraan umum kelas ekonomi. Bagi Ahmad dan termasuk aku tentunya, kendaraan untuk mudik yang kami cari adalah yang mengutamakan keselamatan. Soal kenyamanan bonus sifatnya. Tak masalah mudik dengan bus kelas ekonomi yang panas, penuh bahkan berdesakan, asal bisa sampai tujuan dengan selamat, merayakan hari kemenangan bersama keluarga di kampung halaman.

Bagi kami, para pemudik yang memiliki dana terbatas, memikirkan tiket mudik dan tiket balik jauh lebih penting dan menarik ketimbang memikirkan kue-kue lebaran, minuman atau pakaian. Sebelum berangkat, kami harus memperhitungkan biaya untuk mudik, biaya hidup selama mudik dan biaya untuk kembali setelah lebaran. Semua biaya itu biasanya sudah dipisah-pisahkan sejak uang THR diterima.

Berburu tiket mudik bagiku sedikit lebih mudah dibanding mencari tiket balik setelah lebaran. Jelas keduanya berkaitan dengan uang yang ada di tangan. Untuk mudik kami bisa sedikit memilih bus mana yang akan kami naiki, maklumlah saat itu dompet di kantong masih cukup tebal. Tapi ketika hendak balik, dimana dompet sudah semakin menipis, maka kesempatan memilih sudah tak ada lagi. Bus kelas ekonomi jadi satu-satunya pilihan kami. Dan selain identik dengan panas, penuh, pengap dan berdesakan, resiko lainnya adalah kami harus bersaing mendapatkan tiket dengan sesama calon penumpang lainnya jika kami membeli tiket setelah lebaran di hari atau beberapa hari sebelum tanggal keberangkatan.

Berdasarkan pengalaman mudik tahun sebelumnya, lebaran tahun kemarin aku sengaja meminta kakakku yang di kampung untuk memesan tiket balik sejak awal puasa. Aku tak mau mengulang pengalaman tahun sebelumnya, dimana aku harus balik ke agen bus dua hari berturut-turut karena di hari pertama aku hanya mendapatkan satu tempat duduk, sedang dua lainnya hanya tiket cadangan. Tiket cadangan dalam suasana lebaran adalah kata ganti untuk tiket berdiri. Akhirnya tiket aku batalkan, tak kuat rasanya harus berdiri selama sepuluh hingga dua belas jam. Hari kedua aku kembali mendatangi agen bus sebelum subuh, kali ini dengan mengajak dua orang ponakan karena pemilik agen bus membuat peraturan satu orang satu tiket tempat duduk. Boleh membeli lebih dari itu asal rela mendapatkan tiket cadangan alias berdiri. 

Mengapa kami harus berangkat sepagi itu? Karena kami harus mengambil nomor antri, beradu cepat dengan calon pembeli tiket lainnya. Sebenarnya agen bis itu bukanlah satu-satunya. Tapi agen bus yang menjual tiket dengan harga terjangkau kantongku hanya itu. Selain itu harapan untuk mendapatkan tempat duduk lebih besar asal kita mau datang lebih awal. Ada banyak agen bus yang menjual tiket, tapi kalau bukan karena tempat duduknya sudah habis ya harganya jauh lebih mahal karena menggunakan bus carateran. Dan agen bus di pinggir rel kereta api inilah yang menjadi pilihanku. Agen ini tidak melayani pemesanan, hanya menjual tiket untuk keberangkatan sore harinya. Siapa cepat dia dapat. Dan meski saat menjalani terasa pahit, namun pengalaman ini justru menambah kesan mudik lebaran, menjadi kenangan yang tak mudah terlupakan. 

Berdasarkan pengalaman itulah, maka tahun berikutnya aku menyiasati persoalan tiket dengan cara memesan tiket balik sejak awal bulan Ramadhan. Alhamdulillah persoalan tiket bisa kami atasi. Dan strategi inilah yang kini diikuti Ahmad.

“ Ternyata mudik lebaran itu repot banget ya?” Anto berkomentar.

“ Dibilang repot, ya memang repot. Tapi repotnya tak seberapa bila dibanding dengan apa yang kami dapatkan, yang kami rasakan “ jawab Ahmad. Angannya melayang pada kampung halamannya, pada keluarga yang sudah sangat dirindukannya.

Ada dua hal yang menyebabkan Anto tidak bisa merasakan serunya mudik sehingga yang terbayang olehnya hanya repotnya saja. Pertama, Anto adalah warga asli Tangerang dan dia berasal dari keluarga yang berada. Kalau mudik diartikan pulang ke rumah atau kampung halaman, setiap hari Anto mudik dari tempatnya bekerja. Dan kalaupun Anto berminat mudik ke tempat saudaranya, dia tak memiliki masalah dengan biaya. Dengan uang jajannya dia bisa membeli tiket bis atau kereta eksekutif. Atau bahkan dia bisa mengajak sekalian teman-temannya mudik dengan mobilnya. Yang kedua, Anto adalah non muslim sehingga dia tidak bisa merasakan indahnya silaturahmi saat Idul Fitri. Bagaimanapun mudik lebaran berbeda suasana dan rasanya dengan mudik-mudik di bulan biasa. Silaturahmi di hari lebaran jauh lebih berkesan dibandingkan hari-hari biasa. 

Mudik lebaran memang repot, tapi jarang orang yang merasa kapok. Mudik lebaran memang capek dan menguras tenaga, tapi badan cepat kembali segar setelah berkumpul dengan keluarga. Mudik lebaran memang banyak menghabiskan uang, tapi sungguh menyenangkan. Waktu, tenaga, uang menjadi kecil bila dibandingkan dengan keindahan merayakan hari lebaran, bersilaturahmi dengan keluarga, tetangga, kerabat dan juga sahabat. 

Bagaimana, apakah anda sudah memutuskan tahun ini akan merayakan lebaran di mana, dengan siapa? Sekedar mengingatkan, bagi anda yang berencana mudik, merayakan lebaran bersama keluarga di kampung halaman, persiapkan segala sesuatunya dengan matang agar mudik dan liburan anda menjadi nyaman. Tetap berhati-hati dan waspada serta utamakan keselamatan. Dan yang tak kalah penting adalah gunakan mudik dan liburan ini untuk menyambung silaturahmi. Silaturahmi bukan ajang untuk pamer kekayaan, kesuksesan, jangan sampai melukai perasaan orang lain. Tapi silaturahmi adalah kesempatan untuk berbagi kebaikan, kebahagiaan , informasi dan lebih bagus lagi kalau bisa berbagi rejeki. Dan bagi yang tidak bisa mudik lebaran tahun ini, semoga tidak mengurangi kebahagiaan di hari kemenangan. Jangan terlalu dirasa sedih sebab masih banyak sahabat, kerabat, tetangga dan saudara seagama. Jangan merasa sendiri di dunia ini, karena teman kerjapun sesungguhnya adalah keluarga.

* Postingan ini akhirnya diikutkan juga dalam kontes mudik ke blogor dalam rangka ulang tahun Blogor yang ke dua.

Featured post

Sebab Cinta Tak Harus Menangis

“ Aku bangga pada kalian. Kesabaran, ketegaran dan juga ketabahan kalian. Pertahankan, karena hidup harus tetap berjalan! “ sebuah sms mas...

 
© Copyright 2035 Ruang Belajar Abi
Theme by Yusuf Fikri