12 Dec 2011

Ujian Di Atas Ujian

Sudah jatuh tertimpa tangga. Di saat istrinya harus dirawat di rumah sakit, Pak Yanto ( bukan nama sebenarnya ) justru mendapat Surat Peringatan dari atasannya. 

Cerita bermula ketika istri Pak Yanto kembali merasakan sakit pada perutnya, beberapa hari setelah dokter menyatakan kandungannya sudah bersih dan tak perlu dilakukan tindakan medis apapun, termasuk kuret. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, dokter berpendapat bahwa pendarahan yang terjadi adalah tanda bahwa kandungan yang baru memasuki usia tujuh minggu tidak bisa lagi dipertahankan. Namun begitu, tidak perlu dilakukan tindakan kuret, seperti yang Pak Yanto cemaskan.


Khawatir masih ada kaitannya dengan pendarahan sebelumnya, Pak Yanto kembali membawa istrinya ke rumah sakit. Berbeda dengan analisa sebelumnya, yang menyatakan bahwa tidak ada lagi janin dalam rahim, kali ini dokter menyatakan bahwa Bu Yanto mengalami sesuatu yang disebut hamil diluar kandungan dan harus dilakukan operasi cesar saat itu juga sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Astaaghfirulloh!

Meski Pak Yanto sadar betul bahwa ia tidak memiliki cukup uang, namun demi keselamtan sang istri akhirnya ia menandatangani surat persetujuan tindakan operasi cesar. Tiga jam lebih, akhirnya operasi cesar selesai dilakukan. Dan meski dipenuhi tanda tanya, Pak Yanto tak sempat meminta penjelasan dokter mengapa operasi berjalan begitu lama. Juga mengapa ia tidak diijinkan menemui istrinya meski operasi telah selesai dilaksanakan. Pak Yanto baru bisa menemui istrinya setelah ia dibawa kembali ke ruang perawatan.

Karena belum ada kerabat yang datang untuk menemani sang istri di rumah sakit, Pak Yanto berinisiatif meminta ijin kepada atasannya untuk tidak masuk kerja. Tapi karena Pak Yanto harus mengurus segala sesuatunya sendiri, ia baru sempat menelpon atasannya dua jam setelah jam kerja dimulai. Jawaban apa yang Pak Yanto dapatkan, sungguh  tak pernah ia bayangkan. Bukan saja diminta datang, tapi Pak Yanto harus menerima sebuah Surat Peringatan.

“Kok bisa begitu? Apa Pak Yanto tidak menjelaskan mengapa hari itu Pak Yanto terpaksa tidak masuk kerja? Juga mengapa baru sempat  menelpon dua jam setelah jam kerja dimulai?" tanyaku tak habis pikir, mengapa atasa Pak Yanto sama sekali  tak menunjukan rasa simpati.

“Sudah, Mas! Tapi atasan saya bilang bahwa ia hanya sekedar menjalankan perintah Bos.” jawab Pak Yanto lirih.

“Lho, tidak boleh begitu. Seharusnya atasan Pak Yanto menanyakan duduk persoalannya dulu, kemudian menyampaikan kepada atasannya lagi.” aku agak terpancing emosi.

“Begini, Mas. Mesin yang biasa saya operasikan adalah termasuk yang cukup fital. Jika mesin ini tidak beroperasi, maka akan berpengaruh ke banyak mesin lainnya. Sebenarnya operator mesin ini bukan hanya saya, melainkan bertiga. Tapi entah mengapa, hari itu ketiga-tiganya tidak masuk kerja. Atasan kami mengira kalau kami telah merencanakan ini sebelumnya sebagai bentuk protes kepada manajemen.”

“Protes? Apa memang Pak Yanto dan kawan-kawan sedang menuntut sesuatu pada manajemen?”

“Tidak. Tidak ada. Ini hanya kecurigaan atasan saja. Saat saya menelpon, kedua rekan kerja saya belum ada yang memberi kabar. Juga ketika saya datang untuk mengurus perijinan, yang akhirnya justru menerima Surat Peringatan, mereka belum bisa dihubungi.” Pak Yanto berhenti sejenak, mencoba mengurangi beban dengan membuang bersama hembusan nafasnya. “Awalnya saya kepancing emosi, Mas. Hampir saja saya marah. Ingin rasanya saya gebrak meja atasan saya. Tapi saya coba untuk menahan emosi. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa mengendalikan diri. Saya teringat istri yang saya tinggal di rumah sakit sendiri. Barangkali ini memang ujian yang harus kami hadapi. Saya berusaha untuk menerima dengan ikhlas dan sabar, meskipun belum bisa untuk tidak bercerita tentang ini pada orang lain. Setidaknya, setelah bercerita, saya merasa beban pikiran sedikit berkurang.” Pak Yanto mengakhiri ceritanya dengan senyum pasrah.

“Sabar, Pak Yanto. Ini ujian. Ketika diterima dan dihadapi dengan ikhlas dan sabar,  insya Allah jadi amal kebaikan. Seringkali memang, ujian datang silih berganti. Satu ujian belum selesai, datang ujian yang lain lagi. Seperti yang pernah Pak Andika ( bukan nama sebenarnya ) alami.”

Kemudian akupun bercerita tentang ujian yang Pak Andika alami. Bukan untuk membuka aib orang lain, tapi berharap bisa mengambil hikmah dan pelajaran hingga ketika ujian datang, keikhlasan dan kesabaran lebih mudah dipertahankan.

Kala itu Pak Andika juga sedang diuji dengan sakitnya sang istri. Kondisinya kritis, bahkan menurut medis, harapan untuk hidup sangat tipis. Seperti yang terjadi pada Pak Yanto, sakitnya istri bukan satu-satunya ujian yang harus Pak Andika hadapi. Disaat Pak Andika sedang kebingungan memikirkan uang untuk menutup semua biaya perawatan, ditambah kondisi sang istri yang dari hari ke hari semakin mengkhawatirkan, tiba-tiba muncul kabar yang sangat menyakitkan.

Salah satu saudara tiri sang istri ( ipar Pak Andika ) mengatakan bahwa bapak ( ayah tiri sang istri, mertua Pak Andika ) rela menjual sawahnya untuk menutup seluruh biaya rumah sakit. Yang menjadi masalah adalah ketika saudara tirinya tersebut dulu memerlukan biaya unuk persalinan anak pertamanya yang harus melalui operasi cesar, sang bapak tak membantunya sampai rela menjual sawah segala. Inilah yang membuat ia menjadi iri hati.

Bagai mendengar petir di teriknya mentari ketika Pak Andika mendengar kabar ini. Ia yang memang sedang pusing memikirkan semuanya sendiri, jadi terpancing emosi. Pertengkaran mulutpun tak terelakan lagi. Astaghfirulloh.

Sebenarnya Pak Andika tak perlu malu atau marah kalau memang benar sang bapak sampai menjual sawahnya untuk membantu biaya berobat sang istri. Tapi yang Pak Andika tidak terima adalah belum pernah sekalipun bapak mengajak bicara soal biaya rumah sakit. Tak pernah ada omongan sedikitpun perkara yang satu ini, apalagi melihat dan menerima uang yang katanya hasil dari menjual sawah seperti yang saudara tirinya maksudkan. Pak Andika tak habis pikir, siapa orang yang tega membuat fitnah sekeji ini, di saat istrinya sedang berjuang antara hidup dan mati.

Tapi sehari setelah pertengkaran dengan saudara tirinya, Pak Andika menyadari semua kekhilafannya. Benar ia tidak menerima uang dari bapak, entah dari hasil menjual sawah atau yang lainya. Ia juga yakin bahwa istrinya tak tahu menahu soal uang yang saudara tirinya ributkan itu. Tapi bagaimanapun, tidak benar jika kemudian ia terpancing emosi, bertengkar dengan saudaranya sendiri.

Mengingat semua ini, tangis Pak Andika tak terbendung lagi. Tersedu ia menyesali kekhilafannya, kata-kata kasar dan kotor yang terlanjur ia ucapkan pada saudaranya. Ia sadar bahwa fitnah itu adalah salah satu ujian yang harus ia terima dan hadapi dengan ikhlas dan sabar.

Pak Andika benar-benar menyesali semau kekhilafannya. Dan untuk menebus semua itu, ia meminta maaf kepada saudara tirinya melalui saudara yang lainnya karena sejak pertengkaran kemarin komunikasi diantara mereka terputus total. Pak Andika merasa tak perlu mempermasalahkan siapa yang tega membuat fitnah itu. Ia dan fikirannya lebih dibutuhkan untuk konsentrasi merawat istri tercintanya.

Dan jika aku mengetahui kisah ini, itu karena pak Andikapun memilih berbagi cerita dengan orang-orang yang dapat ia percaya untuk mengurangi beban pikirannya.

Dari dua kisah di atas, dapat kita ambil hikmah dan pelajaran bahwa ujian seringkali datang tidak sendirian, bersama pernak-pernik lain yang terkadang berbarengan, silih berganti. Sebelum yang satu dapat diatasi, sudah datang ujian yang lain lagi. Jelas tidak mudah berada pada posisi mereka yang diuji seperti ini. Mereka yang mengalami ini seringkali lebih mudah terpancing emosi.

Ujian di atas ujian. Bukan berarti Allah tidak punya belas kasihan, bukan pula tidak punya perhitungan, tapi Allah memiliki sebuah tujuan ketika memberikan ujian kepada hamba Nya. Allah Mahatahu kemampuan setiap hambanya dalam menghadapi ujian. Tidak akan Ia memberikan ujian diluar batas kemampuan. Justru, setiap ujian yang datang adalah lahan dan kesempatan untuk menambah amal kebaikan. Terima dengan ikhlas, hadapi dengan sabar, selalu berpikir positif, itu yang semestinya kita lakukan. Allah yang memberi kita ujian, bahkan ujian di atas ujian. Allah pula yang akan menunjukan jalan, memberi kemudahan dari setiap kesusahan. Insya Allah.

Featured post

Sebab Cinta Tak Harus Menangis

“ Aku bangga pada kalian. Kesabaran, ketegaran dan juga ketabahan kalian. Pertahankan, karena hidup harus tetap berjalan! “ sebuah sms mas...

 
© Copyright 2035 Ruang Belajar Abi
Theme by Yusuf Fikri