12 Jul 2012

Jangan Bedakan Yang Sama, Jangan Samakan Yang Beda


Lha wong sama, kok dibeda-bedakan!” celetuk seorang rekan di sebelah kiriku.

 Aku mengangguk, mengiyakan.

“Jelas-jelas beda, kok disamakan!” gumam seorang rekan di sebelah kananku.

Aku mengangguk, membenarkan.


Mengapa aku terkesan seperti plin-plan? Tidak! Aku tidak plin-plan. Aku mengangguk pada lain orang, lain kesempatan dan juga lain alasan.

Komentar pertama datang dari seorang rekan, sesaat setelah menerima sebuah undangan. Aku yang awalnya tak begitu memperhatikan, mengambil kembali undangan dari laci meja, membandingkan dengan yang ada di tangannya. Ternyata undangan untukku dan untuknya memang berbeda. Entah disengaja atau tidak, tapi perbedaan itu menunjukkan pula perbedaan bagian dan jabatan kami dalam perusahaan.

Bagiku, sebagai penerima undangan, perbedaan semacam ini tidaklah menjadi persoalan. Tanpa mengecilkan maksud dan penghormatan yang diberikan si pemberi undangan, setelah siapa yang memberi undangan, hal yang kuperhatikan adalah waktu dan tempat acara diadakan. Sederhana atau istimewa, bagus atau biasa, keduanya berakhir sama, disimpan dalam laci dan berujung di tempat sampah bersama kertas dan barang tak terpakai lainnya. Tapi komentar rekan tersebut memberiku satu peringatan bahwa jika satu saat nanti aku mengundang rekan dan teman, sahabat juga kerabat untuk satu acara, akan lebih ‘aman’ bila undangannya dibuat sama, jangan dibeda-bedakan, terlebih bila mereka adalah sesama rekan satu perusahaan. Bagaimanapun ini menyangkut perasaan si penerima undangan.

Komentar kedua datang dari seorang teman, saat mengantri di pintu masuk sebuah acara hajatan. Satu pintu yang disediakan pihak panitia membuat antrian panjang tak terhindarkan. Yang dikeluhkan temanku adalah tamu pria dan wanita berbaur jadi satu. Mengapa dianggap sama, padahal tamu yang datang jenis kelaminnya berbeda. 

Karena aku belum pernah mengadakan acara yang mengundang banyak tamu, menurutku komentar temanku layak dipertimbangkan. Seringkali luput dari persiapan panitia, pintu dan lokasi terpisah antara tamu pria dan wanita. Barangkali justru akan terlihat aneh, mengundang banyak reaksi maupun ekspresi terutama bagi tamu yang belum bisa memahami maksud dan tujuan pembedaan pintu dan tempat antara tamu pria dan wanita adalah untuk menghindari keduanya - yang bukan muhrim - berbaur menjadi satu. Kalaupun ada yang datang bersama pasangan, rasanya tak akan mengurangi kemesraan bila mereka terpisah sementara saat datang dan manikmati hidangan. 

Terlepas dari dua hal di atas, komentar teman dan rekanku memberiku satu kesadaran dan peringatan bahwa yang sama jangan dibeda-bedakan, dan yang beda jangan disama-samakan. Perlakukan masing-masing sebagaimana mestinya, dengan baik dan benar




Featured post

Sebab Cinta Tak Harus Menangis

“ Aku bangga pada kalian. Kesabaran, ketegaran dan juga ketabahan kalian. Pertahankan, karena hidup harus tetap berjalan! “ sebuah sms mas...

 
© Copyright 2035 Ruang Belajar Abi
Theme by Yusuf Fikri