14 May 2012

Satu Dari Sekian Jalan




Sejak insiden jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 yang sedang melakukan ‘demo flight’ di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat hari Rabu 9 Mei 2012 lalu, sejak itu pula berbagai media selalu menjadikannya sebagai berita utama. Tidak hanya di televisi dan koran, dalam obrolan di berbagai tempat dan kesempatan, perkembangan berita kecelakaan ini selalu menarik untuk dibicarakan. Begitupun dengan rekan-rekan kerjaku, setiap hari mereka selalu membahasnya, dengan cara pemahaman dan dari sudut pandang yang berbeda. 


Seperti berita yang disiarkan di televisi, selalu diulang meski hanya ada sedikit perkembangan, maka yang dilakukan beberapa rekan kerjakupun demikian. Jika awalnya diliputi rasa penasaran, lama-lama berubah jadi jenuh dan bosan karena selain hanya mengulang, juga kadang terkesan berlebihan. Di antara pendapat yang berkembang, ada saja yang mengaitkan jatuhnya pesawan buatan Rusia ini dengan hal-hal mistis. Terlepas dari apa penyebab utama terjadinya kecelakaan yang sampai saat ini masih dalam penyelidikan, yang jelas kematian para penumpang pesawat Sukhoi memang sudah ditetapkan waktu, tempat dan penyebabnya, sejak pertama kali ditiupkan ruh dalam raga masing-masing saat mereka berada dalam kandungan ibunya. Kesadaran ini kembali tergugah setelah mendengar obrolan rekan kerjaku kemarin.


“Gara-gara setiap hari mendengar berita tentang evakuasi para korban kecelakaan pesawat Sukhoi, anakku merubah cita-citanya,” ucap salah satu rekanku membuka obrolan.

“Memangnya anakmu bercita-cita jadi apa? Pilot, pramugari, dokter atau anggota tim SAR?” rekan yang lain menanggapi.

“Sebelum kejadian ini, dia selalu menjawab ingin menjadi pilot bila ditanya cita-citanya bila sudah besar nanti. Katanya biar bisa keliling dunia, kemana-mana naik pesawat gratis.” jawabnya sambil terkekeh. “Tapi dia berubah pikiran setelah melihat berita di televisi kemarin.” Ia menambahkan.

“Lalu kamu bilang apa?” Rekan yang lain jadi penasaran.

“Aku sih tidak terlalu serius menanggapinya. Bisa jadi itu hanya trauma sesaat. Aku beri penjelasan padanya bahwa tidak masalah ia merubah cita-citanya, bahkan meski kelak ia merubahnya lagi. Yang menjadi masalah adalah apabila ia merubahnya karena takut mati, padahal menjadi pilot, pramugari atau apapun, semuanya akan mati. Seperti halnya orang yang meninggal karena sakit, maka kecelakaan yang terjadi pada pesawat Sukhoi hanya satu dari sekian jalan maut datang menjemput. Bukan karena naik pesawat yang menyebabkan mereka mati, tapi karena sudah sampai pada waktunya, sesuai yang tertulis di Lauhul Mahfuz.

“Setelah kau jelaskan, anakmu kembali berubah pikiran?”

“Tidak juga. Tapi setidaknya dia sadar bahwa setiap makhluk yang bernyawa pasti akan merasakan mati.”

“Jujur, aku juga jadi ragu-ragu untuk naik pesawat. Kemarin-kemarin aku ingin sekali merasakan naik pesawat, entah kemana yang penting naik pesawat, tapi sekarang tidak lagi.” Seorang rekan yang sejak awal diam mendengarkan, mengungkapkan ketakutannya.

“Manusiawi sebenarnya. Aku sendiri sebenarnya juga takut ketinggian. Tapi dengan berbagai kelebihan dibanding alat transportasi lainnya, kita harus singkirkan rasa cemas yang berlebihan. Yang terpenting sebelum bepergian, pastikan bahwa niat dan tujuannya benar, tidak untuk bermaksiat. Kemudian jangan lupa berdoa, mohon perlindungan kepada Allah agar diselamatkan sampai tujuan, di mudahkan setiap perkara dan dilancarkan setiap urusan. Kalau semua sudah kita lakukan, pasrahkan semuanya pada Allah Yang Maha Kuasa. Kalaupun maut menjemput kita saat dalam perjalanan, semoga tetap dalam keadaan Islam dan iman. Khusnul khotimah bukan hanya mereka yang meninggal di atas tempat tidur yang empuk, tapi bagi siapapun yang mengingat Allah dan rosul Nya di saat detik-detik terakhir ajalnya.” Panjang lebar rekan kerjaku yang kerap pulang ke kampung halamannya menggunakan pesawat memberikan tips sekaligus mengingatkan pentingnya berdoa agar perjalanan menjadi aman dan nyaman.

Turut berduka cita kepada seluruh korban kecelakaan jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor. Semoga mereka diterima di sisiNya, dibalas sesuai amal perbuatannya. Dan bagi keluarga yang ditinggalkan semoga senantiasa diberikan kesabaran, ketabahan dan juga keikhlasan. Mari kita sama-sama ambil hikmah dan pelajaran dari kejadian ini, bahwa dengan jalan dan cara yang ( mungkin ) berbeda, kitapun akan menyusul mereka karena sebenarnya kita semua sedang berada dalam antrian yang kita tidak tahu di nomor berapa, setelah siapa. Tapi yang jelas, dari hari ke hari antrian kita semakin maju, karenanya pastikan bahwa kita telah siap dengan perbekalan yang dibutuhkan yaitu amal sholeh, jangan salah bekal, jangan keluar dari jalur yang ditentukan dan jangan bergerak kita kecuali dengan mengingat dan dalam rangka mendekat pada Yang Maha Kuasa, Allah swt. 

*gambar dipinjam dari http://panggih15.wordpress.com/

Featured post

Sebab Cinta Tak Harus Menangis

“ Aku bangga pada kalian. Kesabaran, ketegaran dan juga ketabahan kalian. Pertahankan, karena hidup harus tetap berjalan! “ sebuah sms mas...

 
© Copyright 2035 Ruang Belajar Abi
Theme by Yusuf Fikri