5 Jan 2011

Rahasia Marni

Marni tersenyum puas. Ia sangat yakin  rencananya akan berjalan dengan mulus. Tak ada seorangpun yang tahu kalau sebenarnya Titin adalah adik iparnya kecuali Linda, sahabat karibnya.

“ Kalau kamu ditanya, bilang saja Titin itu adik temanmu “ Marni memberi arahan pada Linda sambil menyodorkan sebuah amplop besar berisi surat lamaran.

“ Jangan khawatir, aku sudah mengatur semua sedemikian rupa sehingga tak akan ada satu orangpun yang curiga. Kamu juga nda usah takut, tidak akan ada yang berfikir kalau kalian ini bersaudara. Mata sipit dan kulit putihmu tak mungkin akur bila disamakan dengan mata belo dan kulit sawo matang si Titin “ Marni menambahkan.


Dan untuk menjamin semuanya berjalan lancar, Marni merasa perlu berkali-kali mengingatkan Titin agar mampu memerankan sandiwara ini sampai kapanpun, selama ia masih bekerja di perusahaan biskuit ini.

“ Pokoknya, kamu jangan sekali-sekali menunjukan sikap yang membuat orang curiga bahwa kita  sudah akrab bahkan masih ada hubungan saudara.“ Setiap ada kesempatan, Marni selalu mengatakan hal ini pada Titin.

“ Baik mbak! Akan saya ingat selalu pesan mbak. Maaf kalau nantinya saya tidak menyapa, tentunya bukan karena saya sombong “ jawab Titin patuh.

Begitu detail Marni memperhitungkan semua kemungkinan yang bakal terjadi. Terpaksa ia melakukan semua ini, menyembunyikan hubungan ipar dengan Titin karena di tempat kerjanya tidak menerima karyawan yang masih memiliki hubungan keluarga, termasuk ipar sekalipun.

Keyakinan Marni bahwa rencananya akan berhasil, ternyata bukan khayal belaka, paling tidak sampai satu tahun pertama. Tak ada satu orangpun rekan kerjanya yang curiga. Semua menyangka bahwa Titin adalah sekedar kenalan, adik dari teman main Linda saja, termasuk sang manajerpun meyakini demikian adanya.

Satu tahun lebih Marni, Titin dan Linda sukses memerankan sandiwara mereka tanpa ada karyawan lain yang menyadarinya. Sampai suatu ketika, Linda memberitahu Titin bahwa setelah istirahat ia diminta segera menghadap ke HRD.

“ Entahlah, saya juga tidak tahu untuk keperluan apa. Tapi tak usah takut, biasa saja. Paling-paling sekedar nanya soal ijinmu dua hari yang lalu “ Linda mencoba menenangkan Titin yang terlihat cemas. Sebenarnya Lindapun merasa khawatir, jangan-jangan pihak manajemen mulai mencium sandiwara mereka. Dua hari yang lalu, Marni dan Titin sama-sama ijin tidak masuk kerja.

Meski dipenuhi tanda tanya, Titin berusaha bersikap sewajar dan setenang mungkin di hadapan manajer HRD yang memanggilnya. Susah payah ia berusaha untuk tidak kaget ketika melihat Marni sudah ada di sana.

Berbeda dengan Marni. Sejak dia ditelpon untuk menghadap ke HRD, dia merasa ini erat kaitannya dengan surat keterangan kematian yang ia lampirkan dalam surat ijin tidak masuk kerja yang ia buat dua hari yang lalu. Pihak HRD pasti menemukan surat kematian yang sama pada surat ijin yang Titin buat. Semua sudah terlanjur, harus bagaimana lagi! Marni membatin.

“ Saya, atas nama pribadi dan seluruh karyawan perusahaan ini turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya Bapak Atmo Wijoyo. Semoga almarhum diterima iman islamnya, diterima amal ibadahnya, diampuni segala dosa dan khilafnya, serta ditempatkan di tempat yang terbaik serta diberikan nikmat kubur oleh Allah SWT. Amin “ Pak Husni, manajer HRD yang terkenal ramah itu membuka pembicaran dengan tenang.

Marni merasa bahwa dugaannya tepat, ini pasti soal surat keterangan meninggalnya Atmo Wijoyo, mertuanya. Sementara Titin tak mampu menutupi kegugupannya, ia tak menyangka bahwa surat keterangan kematian ayahnya akan mengakhiri semua sandiwaranya, membuka kisah yang sebenarnya.

“ Saya membaca surat keterangan kematian yang saudari Marni dan saudari Titin lampirkan di surat ijin kemarin, semuanya sama kecuali yang melaporkan saja yang berbeda. Maaf, apakah yang meninggal ini adalah satu orang atau kebetulan saja semuanya sama? “ masih dengan sikap tenangnya, pak Husni bertanya pada Marni, juga Titin. Tangannya memegang dua surat ijin dan surat keterangan kematian yang dua hari lalu Marni dan Titin ajukan.

Pak Husni adalah seorang manajer yang dikenal ramah dan sabar. Jarang sekali ia marah pada karyawannya. Jika ada karyawan yang bermasalah, ia lebih senang menyelesaikan dengan cara berdialog layaknya seorang ayah dengan anak-anaknya, termasuk yang ia lakukan dengan Marni dan Titin siang itu. Justru karena itulah, Marni tak sanggup menahan air matanya. Terbata-bata ia menceritakan kisah yang sebenarnya bahwa Titin adalah adik kandung suaminya. Dan almarhum pak Atmo Wijoyo adalah mertuanya, ayah kandung suaminya, yang juga ayah kandung Titin.

“ Saya mohon dengan sangat, Bapak tidak menyalahkan Linda, Pak. Sayalah yang mengatur semua ini. Linda tidak berbohong. Yang ia katakan bahwa Titin adalah adik temannya itu benar, karena sayalah teman yang ia maksudkan. Untuk menebus kesalahan, mulai hari ini saya akan mengundurkan diri dari perusahaan ini, sesuai peraturan yang berlaku di sini “ Marni menyeka air matanya dengan sapu tangan.

“ Tidak! Saya saja yang keluar dari perusahaan ini Pak. Mbak Marni tidak salah, ia hanya ingin menolong saya “ Tiba-tiba Titin menyela. Dia merasa bahwa sumber dari masalah ini adalah dirinya, sudah sepantasnya dialah yang keluar dari perusahaan ini.

Pak Husni sebenarnya tidak sampai hati untuk mengeluarkan salah satu dari mereka, bagaimanapun ia juga memiliki keluarga. Ia bisa memahami kesulitan yang dihadapi oleh Titin, juga Marni. Tapi apa boleh buat, manajemen perusahaan mengatur demikian. Perusahaan tidak menerima karyawan yang memiliki hubungan suadara, apapun itu.

Dan, demi membalas kebaikan sang kakak ipar, akhirnya Titin mengajukan pengunduran dirinya saat itu juga.
“ Sekali lagi saya mohon maaf, Pak. Saya juga mohon dengan sangat, jangan perpanjang masalah ini. Saya sudah mengundurkan diri, mohon agar mbak Marni tidak dipermasalahkan lagi. Mbak Marni tidak salah, justru mbak Marni adalah pahlawan bagi keluarga kami.“ terbata Titin mohon kebijaksanaan Pak Husni.

“ Baiklah! Saya secara pribadi juga mohon maaf, sebanarnya tidak ingin saya menyetujui pengunduran diri suadari Titin, bagaimanapun juga perusahaan ini sangat terbantu dengan kerja saudari yang rajin dan ulet. Tapi bagaimana lagi, kita terikat peraturan. Insya Allah, asalkan saudari Marni berjanji untuk tidak melakukan hal serupa lagi, saya masih bisa menerimanya. Anggaplah pengunduran diri saudari Titin sebagai sangsi bagi saudarai Marni” Pak Husni pun menandatangani pengunduran diri yang Titin ajukan. “ Bagaimana Marni? Bisa menerima semua ini?”

“ Insya Allah! Saya sangat berterima kasih malah, karena masih diberi kesempatan. Sekali lagi, saya mohon maaf atas kejadian ini.”

Pak Husni menyalami keduanya. Marni segera kembali ke tempat kerjanya, sementara Titin tetap bertahan di  kantor HRD, menunggu pengunduran dirinya selesai diproses. 

 Hikmah dibalik kisah ini
 Serapih dan serapat apapun kebohongan ditutupi, kebenaran tetap akan  muncul, menemukan jalannya  yang sering tak terduga sebelumnya.
Kisah fiktif ini diikutkan dalam Kontes Unggulan Cermin Berhikmah yang diselenggarakan BlogCamp.


Featured post

Sebab Cinta Tak Harus Menangis

“ Aku bangga pada kalian. Kesabaran, ketegaran dan juga ketabahan kalian. Pertahankan, karena hidup harus tetap berjalan! “ sebuah sms mas...

 
© Copyright 2035 Ruang Belajar Abi
Theme by Yusuf Fikri