29 Jun 2010

Di Sana Sehat, Di Sini Maksiat

Bola lagi, bola lagi! Lagi-lagi bola! Sudah setengah bulan lebih, hampir semua orang membicarakan bola. Siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Pagi hari, saat bersiap-siap untuk berangkat kerja, aku mendengar tetanggaku membicarakan bola. Sepanjang perjalanan menuju tempat kerja, berbagai poster dan spanduk terpampang, masih terkait dengan bola. Siang hari, di tempat kerja sebagian besar rekan kerja juga membicarakan bola. Malam hari, usai shalat Isya berjama'ah di mushala, aku juga mendengar ada jama'ah yang membicarakan bola. Hafal betul mereka dengan jadwal pertandingan beberapa hari ke depan, tim kesebelasan mana yang menang, termasuk jumlah skor setiap pertandingan. Sempat terpikir saat itu, jika ditanya surat apa yang tadi dibaca oleh imam, apakah mereka bisa menjawabnya? Entahlah!

Bukan hanya jadi pusat perbincangan, tapi perhelatan sepak bola tingkat dunia ini juga sudah dinanti-nantikan oleh para pelaku bisnis dari berbagai tingkatan. Event yang digelar setiap empat tahun sekali ini memang mendatangkan rejeki tersendiri bagi para pengelola televisi, hotel, kafe, restoran, hingga para pedagang kaki lima dan asongan. Acara nonton bareng banyak digelar di pusat keramaian, hotel, kafe, dan restoran. Permintaan konsumen terhadap berbagai kostum kesebelasan, aksesoris, dan pernak-pernik berkaitan dengan bola pun menunjukan peningkatan yang cukup tinggi.

Di tengah-tengah uporia masyarakat dunia dengan sepak bola, muncul perasaan prihatin dalam hati. Bukan, bukan karena aku tak hobi dengan olah raga yang satu ini. Bukan pula karena aku tak mendapatkan keuntungan apa-apa dari perhelatan besar ini. Yang membuatku merasa prihatin adalah jika yang d isana – para pemain bola – menjadi sehat, mengapa yang di sini – para penonton bola – jadi berbuat maksiat?

Bukan rahasia lagi jika pertandingan sepak bola telah dijadikan perjudian. Ini nyata dan terjadi di mana-mana. Sering aku mendengar orang-orang sepakat melakukan taruhan. Sering aku melihat ekspresi bahagia orang-orang yang menang taruhan. Sering aku melihat ekspresi kecewa disertai umpatan kotor orang-orang yang kalah taruhan. Hari ini saja, minimal ada dua orang rekan kerja yang sangat kecewa karena kalah taruhan. Bahkan satu di antaranya mengatakan bahwa jumlah taruhannya bisa untuk membeli beras sebanyak lima karung. Astaghfirullah! Berkali-kali dia mengumpat, bahkan raut wajahnya terlihat begitu menyedihkan. Tapi maaf, bukan aku tidak berperasaan. Tak ada rasa simpati dalam hatiku untuknya. Sebelum bertaruh, dia sudah tahu apa resikonya, bahkan tahu dosa yang bakal ditanggungnya. Bukan aku kejam, tapi silahkan dinikmati apa yang sudah diniati. Dan jangan khawatir, masih ada ‘bonus’ yang menanti di akhirat jika tidak segera bertaubat. Aku hanya bisa mendo'akan semoga kekalahan membuatmu sadar dan bertaubat dari segala bentuk perjudian.

Pecandu judi, apapun akan dijadikan bahan taruhan. Uang, rumah, kendaraan, bahkan konon ada yang lebih ‘gila ‘ lagi, istri dijadikan bahan taruhan. Begitu pun hal yang dipertaruhkan. Pertandingan sepak bola hanyalah satu dari sekian banyak yang dipertaruhkan. Pemilihan kepala desa, kepala daerah, hingga jumlah gerbong kereta api yang lewat pun dijadikan taruhan. Yang lebih aneh lagi, ada yang karena demi gengsi, seseorang bertaruh dalam jumlah yang besar tapi bukan hanya dengan satu orang. Dengan orang pertama dia memilih kesebelasan A, dan secara sembunyi-sembunyi dia bertaruh dengan orang lain dan memilih kesebelasan B. Artinya, kesebelasan manapun yang menang, dia tidak merasa khawatir. Baginya menang bukan tujuan utama, yang terpenting adalah dia bisa terlihat hebat di mata teman-temannya. Aku pernah mendengar satu rekan kerjaku diledek habis-habisan oleh sesama petaruh karena terbongkar kedoknya. Berbuat maksiat kok bangga? Menumpuk dosa demi sebuah gengsi? Na'udzubillah, suma na'udzubillah!

Aku memang tak menyukai olah raga sepak bola, bahkan sekedar menonton pertandingannya di televisi sekalipun. Aku juga tak menyalahkan jika ada orang yang begitu menyukai sepak bola, baik sebagai pemain atau sekedar menjadi penonton saja, selagi itu tak membuatnya lalai dari kewajibannya.

Jangan gara-gara menonton pertandingan sepak bola, ibadah ditunda-tunda. Jangan gara-gara menonton bola, pekerjaan jadi terbengkalai. Ada seorang rekan kerjaku yang dalam beberapa hari terakhir selalu terlihat lesu. Penyebabnya jelas, karena dia selalu tidur larut malam, dan bangun lagi tengah malam. Bukan, bukan untuk shalat tahajjud. Bagaimana terpikir shalat tahajjud, shalat shubuh yang wajib saja seringnya kesiangan. Astaghfirullah! Padahal, pertandingan sepak bola yang disiarkan tengah malam bisa digunakan para pecinta pertandingan sepak bola untuk mengerjakan shalat tahajjud. Jika biasanya mereka susah untuk bangun, kali ini sebelum pertandingan dimulai, saat jeda istirahat, atau setelah pertandingan selesai jangan langsung tidur, tapi shalat tahajjudlah terlebih dahulu. Sayang, tidak semua memanfaatkan kesempatan ini untuk beribadah. Padahal, jika saja selama piala dunia masih berlangsung dan disiarkan tengah malam, bisa melatih kebiasaan bangun tengah malam. Nanti setelah piala dunia selesai, kita sudah terbiasa untuk bangun malam dan shalat tahajjud. Bukankah tak ada larangan untuk shalat tahajjud sebelum atau sesudah menonton pertandingan sepak bola? Sayangnya, yang dianjurkan justru ditinggalkan sedang yang dilarang malah dikerjakan. Astaghfirullah!

Saudaraku, jika kalian memang pecinta bola sejati, sejak saat ini tinggalkan dan jauhi judi. Ambil pelajaran positif dari setiap pertandingan yang kalian saksikan. Sportifitas dan trik-trik bermain bola yang bagus yang semestinya kalian jadikan pelajaran. Bukan menjadikannya sebagai perjudian. Piala dunia baru setengah perjalanan, semakin hari pertandingan semakin seru dan menegangkan. Godaan untuk melakukan taruhan pun semakin besar. Namun ingatlah bahwa apapun segala bentuk perjudian, sekecil apapun jumlah yang dipertaruhkan, judi tetaplah dosa. Janganlah karena bola kalian masuk ke dalam neraka. Sepak bola hanyalah salah satu jenis olah raga yang bisa membuat badan kita sehat, tapi dengan segala tipu muslihat, syetan terus menggoda manusia untuk berbuat maksiat. Pastikan diri, keluarga, dan lingkungan kita bebas dari segala bentuk perjudian. Sangat disayangkan bila di sana sehat, di sini maksiat.

Gambar dipinjam dari sini

Featured post

Sebab Cinta Tak Harus Menangis

“ Aku bangga pada kalian. Kesabaran, ketegaran dan juga ketabahan kalian. Pertahankan, karena hidup harus tetap berjalan! “ sebuah sms mas...

 
© Copyright 2035 Ruang Belajar Abi
Theme by Yusuf Fikri