6 Nov 2009

Bawang Putih Untuk Istriku


Aku baru saja memulai aktifitas kerjaku ketika HS, sahabat karibku datang ke kantor. Dari jaket yang dikenakannya, dan tas yang dibawanya aku tahu dia belum sempat masuk ke kantornya. Aku bertanya-tanya dalam hati, ada hal penting apakah sehingga tidak biasanya dia langsung datang ke kantorku sepagi ini. Belum sempat aku bertanya, temanku yang jam masuknya lebih siang dariku ini membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah bungkusan.

Ini bawang putih untuk obat istrimu “ begitu katanya sambil meletakkan bungkusan plastik berwarna putih yang ternyata berisi bawang putih itu di atas meja.
Aku hanya sempat mengucapkan terima kasih, sambil tersenyum dia mengangguk dan meninggalkanku yang masih dipenuhi tanda tanya.

Setelah beberapa saat aku baru ingat, sehari sebelumnya aku bercerita tentang kesedihanku, kecemasanku memikirkan sakit darah tinggi yang diderita istriku. Malam sebelumnya, saat berobat di klinik yang ditunjuk perusahaan, hasil pemeriksaan dokter menyebutkan bahwa tekanan darah istriku mencapai 200/110, angka yang menurut dokter sangat tinggi untuk usia istriku yang baru 31 tahun dan sangat berbahaya jika tidak diobati dengan serius.

Meski dokter sudah memberikan obat dalam jumlah yang cukup, namun dokter juga memberikan saran agar istriku mengkonsumsi beberapa makanan untuk membantu mempercepat penurunan tekanan darahnya, seperti mentimun, jus seledri, mengkudu dan juga bawang putih yang dibakar. Rupanya dari obrolanku dengan sahabatku usai sholat zhuhur kemarin, yang menjadikan alasan mengapa hari ini dia membawakan begitu banyak bawang putih untuk istriku.

Bawang putih, tidaklah sulit dicari, banyak dijual di warung-warung bahkan aku yakin istriku juga menyimpannya di dapur. Tanpa bermaksud mengecilkan pemberian sahabatku ini, justru aku menjadi terharu atas perhatian dan kepedulian sahabat yang kukenal sejak enam tahun lalu ini. Aku mengenalnya ketika kami pertama kali bekerja di perusahaan yang memproduksi kabel ini. Dia yang lebih dulu masuk di perusahaan ini, tiga hari kemudian aku baru menyusulnya. Sejak mengenalnya, kami langsung akrab. Bukan saja karena kami sama-sama karyawan baru, tapi karena kesederhanaan, kesahajaannya yang membuatku senang bersahabat dengannya. Titel sarjana yang dimilikinya tak pernah membuatku yang hanya lulusan SLTA menjadi minder bersahabat dengannya.

Aku bukan memuji pribadinya lantaran hari ini dia memberikan sesuatu padaku. Jauh sebelum ini, aku sudah sering mendapatkan bantuan dan pertolongan darinya. Keakraban kami juga tidak sebatas rekan kerja, tapi sudah antar keluarga. Istri dan anak kami sudah beberapa kali bertemu, sama seperti kami mereka juga langsung akrab. Salah satunya karena sifat mereka yang care dan peduli, seperti yang mereka buktikan hari ini.

Sahabatku, aku tahu kau tak berharap aku menulis tentangmu hari ini, tapi kepedulianmu juga keluargamu membuatku terkesan. Aku tahu kau melakukannya penuh dengan ketulusan, sama sekali tak berharap imbalan, tapi kau kembali menyadarkan bahwa tak harus melakukan sesuatu yang besar, cukup hal yang kadang terlihat kecil dan luput dari pikiran justru bermakna besar untuk sebuah persahabatan. Dan, itu kembali kau tunjukan padaku.

Ya Allah, terima kasih telah kau anugerahkan aku seorang sahabat sebaik saudara. Jadikan persahabatan kami sebuah jalinan yang saling memberi kebaikan, persahabatan yang saling mengingatkan jika terlanjur berbuat kesalahan, persahabatan yang pada akhirnya mengarah pada jalan menuju keselamatan dunia dan akhirat. Dan, apa yang telah sahabatku berikan hari ini, dengan ketulusan dan keikhlasannya yang Engkau berkahi, semoga bisa menjadikan obat untuk kesembuhan istriku. Amin, Ya Allah Ya Robbal Alamin.

Featured post

Sebab Cinta Tak Harus Menangis

“ Aku bangga pada kalian. Kesabaran, ketegaran dan juga ketabahan kalian. Pertahankan, karena hidup harus tetap berjalan! “ sebuah sms mas...

 
© Copyright 2035 Ruang Belajar Abi
Theme by Yusuf Fikri